gara-gara nya,
saya sedang menulis untuk blog Sahabat Kota, menceritakan hasil kegiatan pelatihan relawan hari ini. setelah saya baca lagi hasil cerita saya tentang pelatihan hari ini, saya menemukan sebuah kejanggalan yang saya pertanyakan pada diri sendiri.
"kok saya jarang menyebutkan nama fasilitator yang berdarah-darah menyiapkan pelatihan ini ya?"
padahal, H-1 pelatihan ini, tidak tidak, dari H-7 pelatihan ini,
"NAMA" menjadi aspek yang penting. sangat penting. terlampau penting.
"Jadi siapa yang akan membawakan materi ini?"
"Siapa yang akan mem-back up materi yang ini?"
"oke, jadi Siapa yang akan menyiapkan logistik, meminjamkan laptop, meminjamkan projektor, menyiapkan tempat?"
"euh..dia aja.."
"dia siapa?"
"diaa.."
"iya siapaaaaa? nama, nama.."
NAMA menjadi sebegitu pentingnya.
untuk menyampaikan sebuah ilmu yang mau kami bagi,
kami membutuhkan nama-nama.
namun saat ilmu itu sudah terkirim,
nama menjadi hal yang tidak penting lagi.
siapa menyiapkan apa
siapa meminjamkan apa
siapa membawakan materi apa
yang penting ilmu dibagikan,
ide ditularkan,
pengetahuan didistribusikan.
dan kemudian nama menjadi tidak penting
kalau begitu,
mengapa memberikan nama?
manusia itu romantis ya..
mau menjelaskan yang sederhana itu susah
maka diciptakan kerumitan
yang sebenarnya,
kerumitan itu ada untuk menyampaikan yang sederhana.
haha.
*tertawa tawa malam-malam yang kalo ditanya kenapa terlalu rumit unyuk dijelaskan. dirasakan saja ya..
No comments:
Post a Comment