Kami mungkin memang cuma "anak"
yang tugasnya adalah membuat "kesalahan".
Kami hanya perlu ditegur dengan lembut, dengan kasih,
difasilitasi dengan dibantu ditunjukkan dimana kami membuat kesalahan,
bukan dengan hentakan, mata melotot, dan menuntup ruang tumbuh dengan ancaman,
"Pokoknya Ibu bilang begitu, nurut! Jangan jatuh nanti aku sedih."
Mungkin Ibu benar, mungkin Bapak benar,
kembali lagi,
kami haya anak,
yang belajar untuk hidup,
yang akan terus tumbuh sampai kapanpun usia kami.
Ibu Bapak yang sudah lebih dulu hidup dan belajar,
kami perlu dibimbing, difasilitasi.
Kalau kami berbuat salah, bimbing kami mengenalil titik letak dimana kesalahan itu terjadi,
dengan sejuta pengertian dan pemahaman, bukan dengan kepanikan.
Bantu dan dampingi kami keluar dari kesalahan, kegagalan,
bukan marah justru karena kami melakukan kesalahan atau mengalami kegagalan,
karena kami belajar.
Bertahan kuat bersama-sama kami walau Bapak Ibu sedih melihat kami susah,
bukan dengan mencegah kami melalui kesulitan, dan berkata,
"Rasanya aku menjadi sakit kalau sedih dengan keadaanmu.."
Ibu, Bapak..
seperti Ibu Bapak dulu belajar dan tumbuh, justru dengan melewati rintangan demi rintangan,
kesullitan demi kesulitan,
begitulah kami, anak, akan tumbuh justru dengan melewati kesalahan demi kesalahan,
kegagalan demi kegagalan.
Bantu kami dengan menjadi fasilitator,
menjadi cermin,
menjadi pelatih, menjadi coach.
Bantu kami memahami seluk beluk kehidupan dengan kasih,
dengan berani,
bukan dengan amarah karena kami membuat kesalahan dan gagal,
bukan dengan melindungi kami dari kesulitan agar bisa tumbuh dan belajar.
No comments:
Post a Comment