Setelah 3 hari..badan saya berasa remuk 🤣
Kayanya kombinasi setiap hari jalan kaki jarak jauh dan kurang tidur. Betis udah pasti pegel yha Bundh..cuma sekarang mulai berasa di pangkal paha sebelah kanan nyeri kalo dipake jalan. Gara-gara kemaren jalan cepet ngejar waktu takut terlambat. Si Deadliners. Terus hari ini terulang, haha.
Selamat hari raya Iedul Adha :)
Hari ini saya Solat Ied bersama mahasiswa dan Keluarga Muslim Indonesia di Delft.
Kebangun tepat pukul 07:00, langsung ke depan komputer untuk memantau tetokan kerjaan dan deliver what’s left. Lihat informasi pelaksanaan solat dari Hanif, dimulai jam 08:30.
Lihat lokasi solat di google maps, kalo jalan 42 menit, whew. Jauh juga. Naik Bus 37 menit sih, tapi bus nya belum lewat di jam-jam terdekat, sementara waktu sudah menunjukkan… 07:45. OH TIDAK! Saya harus berangkat paling lambat jam 08:00, atau chance terlambat akan semakin besar!
Seperti biasa, skip mandi, langsung bergegas tutup kerjaan, gosok gigi-cuci muka-ganti baju, pake sunscreen, masukin mukena dan sajadah ke tas, pake sepatu, isi botol minum, dan..
“Duh, lupa belum wudhu..”
Buka sepatu, taro tas, buka kemeja, masuk kamar mandi dan wudhu, reapply sunscreen, pake sepatu, pake kemeja, gendong tas, periksa kunci..JALAN!
Banyak ritual emang taurus. Tak tau di urus.Setengah perjalanan tuh sempet ragu sih, “apa gua naik bus aja ya?” Tapi kan tanggung ya udah jalan. Naik sepeda pinjeman kayanya out of options karena berencana pick up sepeda dari swapfiets, kalo ga dapet sepeda dari temennya hanif. Yaudah akhirnya memantapkan diri jalan kaki, sambil membatin, “Ah bisa lah, kan udah biasa juga jalan 30 menit di Bandung mah..”
“Jalan cepat, jalan cepat! 08:30 mulai solatnya,” Batin saya.
Tapi di perjalanan, adaaaa aja yang nge-distract.
Motor salah parkir be lyke. Motor malin kundang, dikutuk jadi pajangan. |
Duh, komposisinya cakep nih
Kita mah bersihin karet sepatu keds yang putih pake odol gitu ya, satisfying. Ini bersihin GEDUNG hahaha. Satisfying juga sih. Kaya ga bisa ga ngurangin speed jalan, buat liat warna bluwek di semprot pake water pressure terus kinclong. Tolong Bundh.
Setelah mencoba meminimalisir distraksi, saya kembali memacu kecepatan langkah.
Sambil terus jalan.
Dan jalan.
Jalan terus.
“NGAPA KAGAK NYAMPE-NYAMPE MALIH?”
Jauuu juga ternyataaaa..mudah2an solatnya ngikut adat istiadat jam karet. Lihat jam. Sudah pukul 08:33. Lihat google maps, masih ada 13 menit lagi perjalanan. Sambil saya mencoba menjaga kecepatan dengan konstan, beberapa sepeda mahasiswa mulai berseliweran melewati pedestrian lane. Wah berarti sudah dekat nih.
Gimana ya, menguji mental gitu liat jalan ga keliatan ujungnya. Referensi gambar dikasih Udil |
Akhirnya setelah menyanyikan lagu Long and Winding Road di kepala, sampai juga di tempat solat. Gedung X, sebuah gedung olahraga indoor serbaguna di TU Delft. Di perjalanan saya jadi berpikir pentingnya punya visi. Seperti perjalanan saya menuju Gedung X ini. Walau saya sudah dibekali peta perjalanan google maps yang memberi estimasi waktu sampai, jarak kilometer, panduan rute. Tapi karena saya tidak punya visualisasi destinasi, rasanya kaya “ga sampe-sampe”. Karena saya ga punya visi atau gambaran yang kuat akan destinasi, saya jadi mudah lelah, bahkan di tengah jalan tidak jarang terbersit menyerah. Logika yang sama mungkin applied untuk persepsi, “Kenapa jalan pergi selalu terasa lebih jauh daripada jalan pulang”. Mungkin itu juga yang terjadi dalam proses product development atau perencanaan lainnya dalam hidup. Visi menikah dan berkeluarga misalnya, atau visi membangun rumah, ataupun visi mau diisi dengan apa hidup. Tanpa visi yang kuat ini mungkin orang akan cepat merasa lelah, tersesat, atau bahkan ingin menyerah.
Well anyway, ini dia gedung tempat solatnya :)
Tuh, banyak mahasiswa pada masuk |
Seperti ini penampakan dalamnya |
Lihat, kemeja yang kupakai jadi outer pun sampai BASAH 🥲 Basket di lapangan basket. Sebuah Homonim. Masih inget ga hayooo, Homonim, Homograf, Homofon, dan Polisemi. |
Keliatannya banyak juga ya |
Padahal ga sebanyak itu juga sih, haha, perspektif. |
Half empty hall.
Liat ini langsung auto nyari bola basket, sambil membatin, “Aaah, coba ada bola baskeett..”
Luar biasanya, ga lama ada anak-anak kecil yang mainin bola basket, langsung auto join 😀 Ini ada teman baru yang saya ketemu di sini saat solat :) |
Namanya Lifam. Khalida Lifam.
Di hari pertama, saya sempat cerita betapa melakukan perjalanan jauh sendirian ke tempat yang asing sering membuat kita merasa teralienasi, seperti penggambaran Shaun Tan dalam The Arrival. Begitupun hari ini, sebenarnya. Betapapun ini adalah komunitas keluarga muslim negara sendiri. Begitu masuk ruangan hall tadi, tidak dipungkiri saya merasa “asing” dan bukan bagian dari kelompok ini. Waktu saya duduk di tikar menunggu solat dimulai, duduklah Lifam di sebelah saya. Melihat wajahnya yang bukan Indonesia dan Ia sendirian membuat saya ingin menyapanya, karena saya langsung merasa punya banyak kesamaan. Muslim, asing, dan sendiri. Saya tanya, apakah dia sendirian, dia berasal dari mana, dan sebagainya. Long story short, ternyata Lifam juga sesama attendee Summer School Planning and Design for the Just City! Wah, betapa sebuah kebetulan! Kami langsung akrab seketika.
Selesai solat, sambil khotib ceramah Lifam banyak tanya soal custom solat Ied di Indonesia, Ia juga cerita bahwa Ia berasal dari India, tetapi tinggal di Qatar. Lifam juga bercerita bahwa ia sudah menikah. Saya langsung bisa relate lagi. Wah bersyukur banget ketemu Lifam. Jauh di dalam lubuk hati, saya merasakan insecurities karena sudah terlalu lama detach dari dunia perkuliahan, status, dan usia dibandingkan dengan siswa-siswa yang lain. Waktu hal ini saya kemukakan, Lifam pun ternyata merasakan hal yang sama, lalu dia menyampaikan, “Look how beautiful Allah’s plan is, we meet coincidentally here.” Saya langsung merasa hangat, terharu sedikit. MasyaaAllah :)
Saya bersyukur dipertemukan dengan Lifam hari ini. Soalnya kalau di grup whatsapp siswa-siswa summer school yang lain masih excited untuk nongkrong dan dateng-dateng ke public event seperti pertunjukkan musik di malam hari. Sementara saya..kayanya pilih kasur sama selimut kalo ga harus pergi 😅 Udah malem gituuu..ini juga udah sakit-sakit badan, haha. Minyakan dulu ya 🤪
Ketemu Lifam membuat saya merasa ada teman :) Saya lihat Lifam juga tidak merespon ajakan kongkow di grup, tapi Ia mengirim pesan japri untuk menjelajah kota di pagi hari, yang mana langsung saya sambut. Saya lebih pilih bertualang saat matahari masih bersinar.
Setelah solat Ied selesai, kami pergi menuju tempat halal bihalal untuk makan-makan. Masakannya, ASLI ENAK PISAN! Hahahahaha. Ada menu tongseng sapi, dagingnya empuk banget, masyaaAllah yang masak jagoan sih..sate ayamnya juga enak, nasinya aja enak, ga kaya yang di kosan saya haha.
Bangku dan meja terpantau sudah penuh. |
Akhirnya saya dan Hanif duduk di rumput, biar kaya piknik. |
Dari berdua jadi berempat. |
Berempat jadi bertujuh |
I see them, but they don’t see me :)
And i really enjoy it.
Lucu banget denger mereka diskusi. Salah seorang dari mereka vegetarian, lalu seorang temannya bertanya apa bedanya vegan dan vegetarian, kenapa si temannya yang vegetarian ini memilih untuk menjadi vegetarian. Lalu mendengarkan jawaban-jawaban dan argumennya, walau saya tergoda untuk weigh in, tapi saya terlalu menikmati peran observer ini. Saya tidak bisa menutupi senyum-senyum simpul. Bahkan mengingat-ingatnya pun sekarang masih membuat saya tersenyum-senyum. Di sela-sela mengamati pola relasi dan obrolan ini saya sibuk tektokan dengan Swapfiets yang sudah menanyakan kapan sepeda saya akan di pick-up.
Saya galau.
Di satu sisi, pinjem sepeda Swapfiets sudah pasti dijamin kenyamanan sepedanya sih. Tapi di sisi lain, swapfiets mahal sekali hitungannya kalau jangka peminjamannya hanya dua minggu. Galau. Nanya Hanif, teman-teman mahasiswa Indo juga belum ada yang memastikan ada yang bisa meminjamkan atau menyewakan sepedanya dengan harga yang lebih murah. Awalnya saya sudah mau menyerah, “yaudah Swapfiets aja deh, gapapa mahal kan nyaman sepedanya..”.
Sewaktu saya meniatkan pamit ke Hanif untuk duluan pulang dan berencana ke Swapfiets, ternyata Hanif sedang ngobrol dengan mahasiswa yang tadi pagi sempat dia ceritakan ada kemungkinan bisa menyewakan sepeda dengan harga yang lebih murah. Wah, alhamdulillah. Akhirnya saya dikenalkan, namanya Randana. Sepeda ini bukan miliknya, tapi milik temannya yang sedang tidak di Delft, jadi sepedanya menganggur. Well, sepedanya tentu tidak senyaman dan sebagus sepeda Swapfiets, tapi setidaknya sepeda ini punya hand brake (walau setelah di coba rem-nya sudah tidak terlalu pakem) dan sistemnya freewheel (jadi saya bisa gowes ke belakang untuk membangun momentum saat dari berhenti dan akan mulai mengayuh). Ada gear-nya tapi setelah di coba gear-nya tidak berfungsi, jadi dia cuma bisa di satu gear, yang saya curiga ini gear yang agak besar. Kalo ketemu tanjakan saya cuma bisa istighfar dan berusaha sambil mengayuh keberatan 🥲
Ya ada harga ada barang ya Bundh, konsumen banyak mau deh.
Ini sepedanya!
Sampai rumah, setelah videocall dengan Saska dan anak-anak, rasanya mengantuk sekali. Mungkin sekitar pukul 17:00, setelah masak, makan, dan solat saya tidur. Bangun-bangun matahari mulai terbenam.
Menu hari ini, bikin pasta dengan jamur, ayam, bawang dan bumbu pesto.
Demikianlah cerita hari ini! Sekarang saya mau lanjut tidur. Masih ada tugas buat senin belum saya kerjain sih 😪 tapi ngantuk. Kesehatan lebih penting dari kerjaan.
…
*kembali mengulang pola deadliners.
Hari minggu rencananya saya mau menjelajah city centrum untuk pertama kali! :D Rencananya Lifam akan ikut, mungkin akan ada siswa summer school Indonesia lain yang akan join, namanya Fitri, dia baru sampai Delft Sabtu malam. Saya ga yakin kalau sudah mulai summer schoolnya masih akan bisa rutin menulis blog setiap hari. Tapi ya..we’ll see! ORAAAY! 🐍
No comments:
Post a Comment