Showing posts with label me the explorer. Show all posts
Showing posts with label me the explorer. Show all posts

Tuesday, August 8, 2023

(kem)Bali: 1, 2, 3/15 Barbie, Laundry, dan Warung Saking Timur

day 2, DONE! 😀🙌🏼

Hari pertama dan kedua terlewati dengan aman, alhamdulillah pekerjaan sesi 1 selesai dengan meaningful :)

Di hari ketiga saat jeda, sebelum masuk ke pekerjaan sesi 2, saya mulai dengan olahraga dan disambung dengan sarapan dan beberapa meeting update pekerjaan lain. Tiba-tiba tergerak pengen nonton Barbie. Haha, di Bandung ga sempet. Untungnya ada Puput, teman kuliah yang sekarang tinggal di Bali. Bermodalkan ajakan impulsif, disambut dengan gayung. Maksudnya gayung bersambut. Jadilah kami mendadak makan siang bareng terus nonton Barbie, sambil nunggu jam pulang sekolah anak-anaknya Puput juga 😀✨

day 3 outfit
featuring FrenchLaceLover Matilda ♥️

  

Film Barbie bagus banget deh. Beneran 🥲! Sepanjang nonton Barbie saya ketawa-tawa, nangis, ketawa-tawa, terharu, terenyuh. IH PARAH SIH BAGUS AMAT! Ceritain tentang film Barbie-nya nanti ya, pokoknya bagus banget! Tinggal nonton Oppenheimer nih!

Pulang nonton sama Puput saya melanjutkan niat hari ini: mencuci baju di Laundry Coin! Waktu lihat rekomendasi Google Maps, yang terdekat dan reviewnya bagus, adalah si CityCoin Laundry. Tempat ini juga direkomendasikan Puput. Jadilah saya bergegas kembali keluar setelah memastikan daya baterai ponsel saya cukup terisi, pergi dengan ojek.

Sampai disana ternyata ruangannya cukup enak, ada sofa, ada juga meja panjang dan kursi. Waktu buka pintu masuknya, disambut sama stiker Biznet, asumsi saya disini ada internet dan kenceng. Staff di CityCoin ini juga helpful, cekatan, dan clear penjelasannya. Jadilah saya tiba-tiba member, HAHAHAHA. Engga deng, emang kalo nyuci disana akan otomatis jadi member. 

  

Dan bener internetnya LANCAR JAYA! Kaya jalan tol baru dibuka, beda banget sama di hotel, dengerin lagu aja tersendat-sendat 🥲. Setelah kurang lebih 90 menit, cucian saya selesai. Saatnya cari makan malem. Agak bingung juga mau makan malem apa, tapi pengen cari makanan masakan rumahan yang menunya Bali banget. Kembali google maps to the rescue. Di saat itulah saya membaca nama "Warung Saking Timur" dengan embel-embel sandangan "top rated". Lihat jarak, kurang lebih 1 kilo, dengan waktu tempuh kira-kira 12 menit berjalan kaki. 



"Gojek, jalan, gojek, jalan?" 
"Jalan aja ahh, sambil liat2 ada apa aja yang kelewat!" 

Akhirnya saya memutuskan jalan kaki. Sempet agak khawatir karena diarahinnya masuk ke gang-gang, tapi kupikir aman ahh, cabs ajah! Cobain jadi Gang-ster Bali, Gang siSter 😛

Begitu keluar dan jalan beberapa meter dari CityCoin Laundry, agak khawatir karena jalanan utamanya sedikit sepi, dan rasanya kaya gelap..kaya kurang gitu lampu jalan. Tapi kembali saya memberanikan diri yang sedikit deg-degan. Selama masih ada motor lalu lalang, hajar bleh!

ini jalan utamanya, di luar CityCoin Laundry

Makin lama mulai terlihat jalan yang saya lalui jadi lebih ramai, saya lega. Sampai akhirnya Gmaps mengarahkan saya untuk belok, masuk ke jalan perumahan. Asli gelap! Ada truk berhenti di salah satu sisi jalan di tengah jalan itu sih, tapi pasang lampu hazard gitu. Lagi-lagi terbersit untuk pesen ojek aja apah..tapi kok kaki saya udah belok aja..agak ga singkron. Akhirnya otak saya coba compensate dengan mengarahkan laju kaki untu berjalan lebih cepat. Atuuut..

Ini jalan perumahannya, ini sudah di ujung jalan. Aslinya gelap sih beneran, dan sepiiiiii...di foto kelihatan lebih terang.

Ga lama, jalanan perumahan ini bermuara pada jalan raya, walau jalan rayanya lebih kecil dan masih remang-remang, setidaknya ada kendaraan-kendaraan yang seliweran, saya tenang. Tapi curiga nih, Gmaps bilang sebentar lagi saya harus berbelok ke kanan, tapi sepanjang lewat jalan cuma melewati gang-gang sempit satu motor. 

Kecurigaan saya kontan terbayar, tidak lama saya dihadapkan pada gang yang gelap, dan ga kelihatan ujungnya 😫

"Lanjut, apa pesen ojek pulang aja ya, gausah makan malem?"
"Tapi ini kalo liat di review dan foto-foto menu di warung makannya kayanya enak lho!"
"Iya sih, tapi ga laper-laper amat kok, bisa ditahan.."
"Tapi dikit lagi nyampe nih, masa nyerah?"

Kaki saya putar balik dari mulut gang, menuju jalan besar. Tangan saya bolak-balik ambil ponsel mau buka aplikasi pesan ojek. 

"Eh, tapi coba balik dulu deh segelap apa sih, mata?", otak saya masih coba merayu kaki dengan mengalihkan perhatian ke mata. Berhasil, kaki saya putar balik lagi.
"Ah gilaaa, gelap banget! dan ga ada jaminan itu ada ujungnya 😫" Si penakut dateng lagi, haha.
Kaki langsung putar balik lagi. 
...
Ada untungnya jalanan sepi sih, kalo ga mungkin saya disangka lagi Poco-poco.
malenggang pata pata..ngana pe goyang pica pica..ngana pe body..POCO POCOOOO!

"Yaudah, kalo mau putar balik, tapi apa gamau coba foto dulu, nanti ada justifikasi waktu cerita se-serem apa gang nya.."
kaki langsung nurut putar balik lagi, tangan sigap keluarin kamera ponsel.
Di saat itulah ada motor berbelok ke gang sempit tadi dari jalan besar.
"Naaah..motor aja lewat, pasti ada ujungnya! MASUK!"
Dengan segenap sisa-sisa keberanian akhirnya saya menyanggupi untuk "BISMILLAH YA ALLAH" sambil nahan mewek jalan masuk! 

Jalan. Jalan. Jalan. Tidak lupa gonggongan-gonggangan anjing yang tidak tampak dimana fisiknya. Saya berasa jadi kafilah, karena berlalu. Tsahh! Kafilah itu apa sih artinya sebenernya? mau googling tapi udah kemaleman, nanti ga beres-beres ini ceritanya.

Ga lama saya lihat lampu, lalu dengar suara gamelan. 

Mulai kelihatan, di ujung gang ada tembok..pantesan..makanya dari mulut gang ga kelihatan ujungnya..

Tiba-tiba saya ga merasa sepi lagi, dan mulai bisa melihat ujung gang yang terhalang tembok putih. Ternyata tadi ga kelihatan ujungnya ya karena memang ada tembok. Saya harus belok dulu, kiri..lurus sedikit, baru kanan..naaah..alhamdulillah kelihatan jalan raya!

Di samping mulut jalan raya, ada bangunan ini yang menjadi sumber suara gamelan. Sepertinya sedang berlatih untuk upacara Kuningan Sabtu nanti.

Begitu keluar jalan raya, belok kiri, jalan sedikit, mungkin 15-30 langkah, sampai deh, "Warung Saking Timur"! Alhamdulillah. Berhasil, berhasil, HORE! Bellisimo! Berhasil, berhasil, HORE!




Warungnya sudah sepi, masih ada pengunjung dua grup, tapi sudah sepi. Mungkin karena sudah malam, saya ga sadar sudah hampir pukul 20:30, padahal warung ini tutup pukul 22:00. Tapi ya apa boleh buat, nasi sudah menjadi pindang matah pelecing telur..

    Makanannya enak, otentik masakan rumahnya. Sambal matahnya juga ga terlalu pedas, hanya sambal pelecing-nya puedess..itu yang merah. Dan yang penting lagi, harganya sangat bersahabat 😀♥️

Kira-kira begitu, petualangan saya hari ini. Salam dari Dora keriting yang kembrobyos. Karena jalan kaki sekilo. Karena deg-degan. Juga karena kepedesan!


Pas break 3 hari lagi kemana ya kitaaa? 😀

Sebenarnya pengen banget ketemu teman-teman yang dulu ada di kosan dekat ISI di tahun 2009, tapi saya sudah ga punya kontak mereka lagi..hmmm..internet..show me your power 🪄





Thursday, December 29, 2022

Random Post About Random People When You Want to Write About Other Thing

Dalam draft blog saya ada lebih dari dua tulisan tentang perjalanan akhir dari rentang petualangan summer school di bulan Juli-Agustus 2022 lalu. Belum tuntas tentu saja, haha, karena saat road trip sebelum akhirnya naik pesawat pulang, dalam kesehariannya lebih tidak ada rutin yang terbangun. Saya pun mencoba sebisa mungkin mengawetkan perjalanan saya dalam ingatan (dan sedikit foto) dengan mencoba menjalani dan merasakan seutuhnya di setiap waktu yang saya lalui. Lagi-lagi tidak mudah, karena road trip kemarin saya tidak sendirian, ada waktu-waktu saling bercerita, diskusi, dan bertukar pikiran dengan orang-orang yang saya temui; baik itu yang spontan dan tak terencana, maupun yang sudah direncanakan.

Sempat ada cerita menarik dari orang yang saya temui secara tidak sengaja, sewaktu di Prague. Namanya Ebru, dia mahasiswi Pakistan yang sedang mengambil master di Jerman dan sedang travelling, kebetulan salah satu rutenya Prague. Ketemunya juga lucu, saya baru saja selesai mengikuti walking tour dari 100 spires di jam-jam makan siang, saat sedang scanning resto yang cukup ok (secara rasa, feasibility, otentisitas, jarak dari tempat saya selesai tour) ada seorang perempuan berhijab, menghampiri dengan wajah bingung sambil celingak-celinguk antara lihat jalan, deretan bangunan, dan layar handphone-nya. Dia mendatangi saya dan menanyakan sebuah restoran. Walau bukan akamsi alias locals, saya sempat membaca nama resto yang Ia cari saat scanning resto sambil jalan tadi, jadi saya menunjukkan bangunan yang jaraknya sekitar 150 meter dari sana. 

Resto yang di cari, saya foto sebelumnya soalnya exterior restonya mencuri hati, hehe. Di latar belakang bangunan ada tulisan "The Wall Pub", resto yang saya pilih ada tepat di sebelahnya.

ini nama restonya, saya gatau bacanya apa 😅

Perempuan tadi pun berterimakasih, sumringah, dan bergegas ke destinasi yang ia tuju. Saya, di sisi lain, memutuskan untuk masuk ke resto di sebelah saya. Saya membuat keputusan itu karena di lorong pintu masuk resto ada gambar Yellow Submarine-nya beatles HAHA. Random banget i know, but sometimes people just attracted to something familiar or dear to them.





Ini resto yang membuat saya menjatuhkan pilihan. Saya pun mencari kursi, duduk, dan bersiap mempelajari menu dan memesan makan, sampai... perempuan tadi tampak bergegas masuk ke restoran ini juga. Karena "kenal" saya pun tersenyum sumringah dan bertanya apakah dia ingin makan siang bersama. Entah mengapa, mungkin karena dia sesama perempuan, menggunakan hijab, saya instantly merasa punya kesamaan (karena yakin kami meyakini Tuhan yang sama, haha) dan merasa aman. Namanya Ebru. Rasa yang sama seperti saat saya bertemu Lifam di solat Iedul Adha di Delft sebelum summer school mulai, sebelum saya tau bahwa Lifam ternyata sesama pelajar di summer school. Tak butuh waktu lama bagi kami untuk akrab dan saling bertukar cerita, pengalaman, dan pendapat, termasuk cerita-cerita menarik yang saya dapatkan dari walking tour. Ebru tidak sempat ikut walking tour pagi ini karena memilih untuk mengunjungi tempat-tempat spesifik yang menjadi incarannya, termasuk restoran tadi. Sore itu Ia harus pindah kota bersama rombongan tour roadtrip nya. Saya sudah lupa apa penyebab Ebru memutuskan tidak makan di restoran yang tadi Ia tuju.

Setelah makan siang, kami pun berjalan sedikit, saya menceritakan kembali cerita-cerita yang menurut saya paling berkesan dan menemani Ebru membeli oleh-oleh dari Prague. Ini Ebru :)





Begitulah, buat saya, kadang yang membuat sebuah "perjalanan" berharga, justru adalah orang-orang yang saya temui secara tidak sengaja. Rasanya seperti kenalan dan merasakan takdir. Ada bahasan panjang lagi kalau membahas "takdir" hahaha, kapan-kapan nulis lagi. Tadinya saya buka blogger lagi juga karena mau nulis hal lain yang lagi jadi pikiran. Ada banyak "aha moment" di kepala saya, dan saya punya tendensi untuk menuliskannya, supaya ga berisik. Baik itu saya yang jadi berisik cerita terus kalau ketemu orang, maupun pikiran itu sendiri yang berisik di kepala saya sampai akhirnya dia hilang begitu saja. Saya suka sedih kalau Ia menghilang begitu saja karena telat saya hiraukan. Belakangan saya suka menuliskannya di buku catatan (notebook) karena biasanya kalau kepala saya lagi berisik, "menyalurkannya" lewat tangan membantu. Dan tentunya lebih praktis dan cepat. Cita-citanya tentu untuk dituangkan kembali secara digital supaya ada rekam jejaknya, siapa tau Laut atau Koral suatu saat bisa baca dan bisa relate. Atau untuk sekedar meninggalkan "ideas of thoughts" yang katanya immortal dan bulletproof, can exist long after my physical body is gone. Kalau kata Pak Pram (Pramoedya Ananta Toer), “Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah.” Saya selalu merasa tergugah bila membaca quotes dari buku-buku Pram, dan tentu saja terpecut untuk terus menuliskan buah pikiran atau rangkaian pikiran yang saya dapat. Tapi menuliskan kembali selalu butuh waktu, kesabaran, dan keteguhan. Kadang saya kehabisan salah satu atau malah kesemuanya dalam gerusan rutinitas harian.

Postingan random ini akan saya cukupkan di sini, apa yang tadinya saya niatkan untuk tulis akan saya pisahkan di post selanjutnya :) Dan ohya, postingan hasil perjalanan road trip sebelum pulang bulan Agustus lalu juga masih saya niatkan untuk tulis-publish, tentu saja. Semoga saya selalu bisa menciptakan ruang di mana waktu, kesabaran, dan keteguhan hadir dalam keseharian saya. Amin.



Tuesday, March 24, 2020

Cerita Jelgava, Latvia



“Mau ke Latvia ya Mba? Di mana tuh Mba, Latvia?”, Sapa petugas penerbangan yang menyambut saya di loket check-in.
“Di area baltic Mba, di Eropa Utara sebagian masuk timur, hehe..”
“Ooo..jarang loh, orang kita yang kesana. Emang ada apa Mba di sana?”
“Ada meeting Mba..hehehhe”
“Oooo..pantess..kalo ga ada meeting sih ga akan ke sana ya Mba? hihihihi”
“hehehehe..” (ketawa awkward)

Ga banyak orang tau di mana Negara Latvia. Thanks to SAMS Project, saya berkesempatan mengunjungi negara ini. Pengalaman saya mengunjungi Latvia, seperti pengalaman lain yang akan didapatkan saat seseorang pergi jauh merantau, somehow even more humbling us down. Saya rasa pengalaman untuk bisa berkunjung ke negara lain, menjelajah, belajar tentang bagaimana masyarakat lain di belahan bumi lain hidup, sama berharganya dengan pengalaman bekerja dalam project SAMS-nya sendiri.

Perjalanan kali ini membuat saya sadar bahwa manusia..hanyalah manusia, dengan segala karakteristiknya, di negara manapun mereka hidup. Salah satu dari sekian banyak faktor yang kemudian membedakan perilaku manusia satu dengan manusia lainnya secara general, bisa jadi faktor tempat hidup mereka. 

Pengalaman dari perjalanan ini yang mengingatkan saya untuk tidak senantiasa membusungkan dada adalah, pengalaman menyaksikan peralihan musim memasuki musim semi. 

Untuk pertama kalinya dalam hidup, saya merasakan dingginnya suhu -1 derajat celcius, walau belum juga berjodoh melihat salju turun. Rekan-rekan disana bilang, bukan derajat suhu yang membuat dingin bisa menusuk sampai tulang. Minus sekian derajat hanya akan membuat rasa dingin, tanpa rasa menusuk, jika tidak disertai angin dan kelembaban. Angin dan kadar kelembaban udaralah yang berperan dalam keputusan apakah dingin ini akan menusuk atau tidak. Saya mungkin belum berjodoh dengan salju turun, tapi saya dijodohkan dengan sesuatu yang tidak kalah cantik dan berharga, melihat tumbuhnya benih-benih musim semi.






Di udara yang dingin, dengan tamparan angin perairan baltic di pantai Ventspills dan semenanjung Kolka yang membuat wajah saya mati rasa (sungguh tidak enak rasanya), saya menyaksikan tunas-tunas merangkak menunjukkan denyut hidupnya pada batang-batang kurus tanaman yang meranggas semusim sebelumnya untuk bisa bertahan hidup. Saya juga menyaksikan orang yang merawat tanaman mawarnya, dengan melindungi tunas-tunas bunga mawar yang hendak mekar dengan cabang-cabang pohon birch. Saya bertanya-tanya, mengapa mereka harus melindungi tunas-tunas ini dengan dahan-dahan pohon birch? Ternyata langkah ini diambil untuk melindungi tunas-tunas baru bunga mawar dari dinginnya udara, supaya saat di titik suhu beku, alih-alih tunas-tunas baru yang membeku, serabut dedaunan dari dahan-dahan tadi yang membeku terlebih dulu, memberi kelembaban tertentu dan menjaga mereka tidak membeku. 


Memperhitungkan luas kebun mawar sebuah penginapan, saya berpikir betapa telatennya orang yang merawat kebun ini. Bayangkan dia harus memotong-motong dan mencari dahan-dahan pohon birch dengan ukuran yang kurang lebih seragam, lalu dengan hati-hati menutupi semua tunas-tunas mawar sampai terpayungi. Saya jadi teringat kisah Pangeran Kecil dan bunga mawarnya yang di certakan Antoine de Saint Exupery.

Pekerjaan yang rasanya bukan untuk saya. Saya mungkin tidak punya keteguhan hati yang cukup untuk bisa sampai telaten tingkat ini. haha.



Satu lagi pemandangan yang membuat saya takjub sebagai perempuan tropis tulen. Ketertiban dan keseragaman pohon-pohon meranggaskan dedaunannya. Kombinasi pemandangan itu, udara dingin yang menusuk sendi dan satu dua burung gagak yang beterbangan di atas membawa saya pada memori film-film Tim Burton yang pernah saya lahap. Saya bertanya pada seorang rekan, seorang Jerman, apa rasanya selalu melihat pemandangan ini dari tahun ke tahun? Karena yang saya sadari, saat itu saya merasa “sepi” tapi di saat yang sama saya merasakan sebersit ketenangan, entah apakah karena melihat semuanya seragam atau apa. Jawabnya, pemandangan ini membuatnya merasa “aman”, selalu bisa mengetahui sedang di tahap apa dalam tahun ini ia berada, segera setelah melongokkan pandangannya keluar, memberikannya kemananan, bahwa semuanya masih “in the right order”. Rasanya saya sedikit lebih paham kenapa mayoritas dari mereka mudah patuh dan lebih disiplin, mungkin ini salah satu faktor pembentuknya. Dia juga mengaku salah satu hal yang menurutnya stressful saat dia berada di Indonesia atau negara tropis lainnya adalah karena semua terjadi dengan pacunya sendiri-sendiri. Seperti "berantakan" dan "tidak beraturan". ha ha. You tell me.




Dari mendarat di kota Riga, melalui perjalanan darat kurang lebih 30 menit ke kota Jelgava ditemani kawanan hutan pohon birch di kanan kiri, dua hari beraktivitas di University of Life Science and Technology Jelgava yang bermukim di Istana Jelagava (Jelgava Pills), dilanjutkan dengan perjalanan susur pantai; Ventspills, dan Kolka melewati kota tua Kuldiga. Bermalam di kastil/istana Jounmoku Pills, lalu kembali ke kota Riga untuk terbang pulang ke Indonesia, yang menyambut saya dengan kewaspadaan penyebaran virus corona. Perjalanan saya kali ini disudahi dulu. 

Selain membawa oleh-oleh coklat, roti, manisan, madu, mainan, batu-batu dan kerang pantai, saya juga membawa secuil rasa tenang, mengetahui bahwa manusia..hanyalah manusia tidak peduli dia ada dimana. Semua dedikasi, kerja keras, dan keteguhan hati pada niatmu memberikan dampak-lah yang pada akhirnya akan mendefinisikan siapa dirimu.

---

A glimpse of Jelgava,




banyak bangunan dengan gaya peninggalan arsitektur uni soviet.



"interested in getting lost?"


Latar belakang, tempat rapat, University of Life Science and Technology Jelgava. Fakultasnya bertempat di bangunan bekas istana. Enak banget ya kuliah di sini berasa princess gitu tiap kuliah pasti. Si Laut sama Koral pasti seneng banget kalo kesini 😌✨👸🏻
Kalo latar depan fokus fotonya itu bekal selama di sana, bahan pertukaran budaya lewat palet rasa: Cumi Kecombrang Resep Ninin. Asli ngeunah, silakan langsung cek IG Resep Ninin ya sis kalo mau coba, hati-hati ketagihan. Terimakasih kepada tangan Neng Diece yang sudah melahirkan kuliner ini 😋

Selepas pertemuan di Jelgava, kami menyempatkan diri mengambil jalan memutar susur pantai dan menginap 2 malam sebelum sampai kembali di Riga untuk terbang pulang.

Pertama kami berhenti di kota tua Kuldiga.





ASLI, SEPI banget brayy!

Dari Kuldiga, kami melaju dan bermalam di Ventspills. Besok paginya kami melancong, dimulai dari pantainya, berujung di pasar becek lokal, hahahahaha.





*ku takut di takol




Entah ada apa dengan Ventspills dan Sapi. Tapi asli banyak banget patung sapi dengan berbagai varian, mutasi, dan pose. Ini salah 3 nya, ga jodoh nangkep semua sapi 😅


Bukan sapi.

Dari Ventspills kami menuju Jounmoku Pills, sebuah Kastil lama yang sekarang sudah alih fungsi menjadi penginapan. Iya, saya bermalam di istana...Laut sama Koral pasti iri bukan main 🤣✨👸🏻♥️




ini pemandangan paginya. Sing suwer asli tiris.


Ingin rasanya ku berteriak, "into the unKNOOOOWN!" *nyanyi tapi ngegas *langsung dihajar kawanan massa *polusi suara *nonton frozen II dulu



kaca mobilnya ada es serutnya~


hasil pungutan susur pantai, bukan pungutan suara.


Dengan membawa hasil pungutan susur pantai dan roti sourdough pasar lokal, 
Indonesia, saya kembali :)

Totto-chan: Sebuah Ulasan

Segera setelah adegan terakhir Totto-chan membuka pintu kereta yang masih berjalan sambil menggendong adik perempuannya yang masih bayi, lal...