Showing posts with label reportase. Show all posts
Showing posts with label reportase. Show all posts

Tuesday, August 8, 2023

(kem)Bali: 1, 2, 3/15 Barbie, Laundry, dan Warung Saking Timur

day 2, DONE! 😀🙌🏼

Hari pertama dan kedua terlewati dengan aman, alhamdulillah pekerjaan sesi 1 selesai dengan meaningful :)

Di hari ketiga saat jeda, sebelum masuk ke pekerjaan sesi 2, saya mulai dengan olahraga dan disambung dengan sarapan dan beberapa meeting update pekerjaan lain. Tiba-tiba tergerak pengen nonton Barbie. Haha, di Bandung ga sempet. Untungnya ada Puput, teman kuliah yang sekarang tinggal di Bali. Bermodalkan ajakan impulsif, disambut dengan gayung. Maksudnya gayung bersambut. Jadilah kami mendadak makan siang bareng terus nonton Barbie, sambil nunggu jam pulang sekolah anak-anaknya Puput juga 😀✨

day 3 outfit
featuring FrenchLaceLover Matilda ♥️

  

Film Barbie bagus banget deh. Beneran 🥲! Sepanjang nonton Barbie saya ketawa-tawa, nangis, ketawa-tawa, terharu, terenyuh. IH PARAH SIH BAGUS AMAT! Ceritain tentang film Barbie-nya nanti ya, pokoknya bagus banget! Tinggal nonton Oppenheimer nih!

Pulang nonton sama Puput saya melanjutkan niat hari ini: mencuci baju di Laundry Coin! Waktu lihat rekomendasi Google Maps, yang terdekat dan reviewnya bagus, adalah si CityCoin Laundry. Tempat ini juga direkomendasikan Puput. Jadilah saya bergegas kembali keluar setelah memastikan daya baterai ponsel saya cukup terisi, pergi dengan ojek.

Sampai disana ternyata ruangannya cukup enak, ada sofa, ada juga meja panjang dan kursi. Waktu buka pintu masuknya, disambut sama stiker Biznet, asumsi saya disini ada internet dan kenceng. Staff di CityCoin ini juga helpful, cekatan, dan clear penjelasannya. Jadilah saya tiba-tiba member, HAHAHAHA. Engga deng, emang kalo nyuci disana akan otomatis jadi member. 

  

Dan bener internetnya LANCAR JAYA! Kaya jalan tol baru dibuka, beda banget sama di hotel, dengerin lagu aja tersendat-sendat 🥲. Setelah kurang lebih 90 menit, cucian saya selesai. Saatnya cari makan malem. Agak bingung juga mau makan malem apa, tapi pengen cari makanan masakan rumahan yang menunya Bali banget. Kembali google maps to the rescue. Di saat itulah saya membaca nama "Warung Saking Timur" dengan embel-embel sandangan "top rated". Lihat jarak, kurang lebih 1 kilo, dengan waktu tempuh kira-kira 12 menit berjalan kaki. 



"Gojek, jalan, gojek, jalan?" 
"Jalan aja ahh, sambil liat2 ada apa aja yang kelewat!" 

Akhirnya saya memutuskan jalan kaki. Sempet agak khawatir karena diarahinnya masuk ke gang-gang, tapi kupikir aman ahh, cabs ajah! Cobain jadi Gang-ster Bali, Gang siSter 😛

Begitu keluar dan jalan beberapa meter dari CityCoin Laundry, agak khawatir karena jalanan utamanya sedikit sepi, dan rasanya kaya gelap..kaya kurang gitu lampu jalan. Tapi kembali saya memberanikan diri yang sedikit deg-degan. Selama masih ada motor lalu lalang, hajar bleh!

ini jalan utamanya, di luar CityCoin Laundry

Makin lama mulai terlihat jalan yang saya lalui jadi lebih ramai, saya lega. Sampai akhirnya Gmaps mengarahkan saya untuk belok, masuk ke jalan perumahan. Asli gelap! Ada truk berhenti di salah satu sisi jalan di tengah jalan itu sih, tapi pasang lampu hazard gitu. Lagi-lagi terbersit untuk pesen ojek aja apah..tapi kok kaki saya udah belok aja..agak ga singkron. Akhirnya otak saya coba compensate dengan mengarahkan laju kaki untu berjalan lebih cepat. Atuuut..

Ini jalan perumahannya, ini sudah di ujung jalan. Aslinya gelap sih beneran, dan sepiiiiii...di foto kelihatan lebih terang.

Ga lama, jalanan perumahan ini bermuara pada jalan raya, walau jalan rayanya lebih kecil dan masih remang-remang, setidaknya ada kendaraan-kendaraan yang seliweran, saya tenang. Tapi curiga nih, Gmaps bilang sebentar lagi saya harus berbelok ke kanan, tapi sepanjang lewat jalan cuma melewati gang-gang sempit satu motor. 

Kecurigaan saya kontan terbayar, tidak lama saya dihadapkan pada gang yang gelap, dan ga kelihatan ujungnya 😫

"Lanjut, apa pesen ojek pulang aja ya, gausah makan malem?"
"Tapi ini kalo liat di review dan foto-foto menu di warung makannya kayanya enak lho!"
"Iya sih, tapi ga laper-laper amat kok, bisa ditahan.."
"Tapi dikit lagi nyampe nih, masa nyerah?"

Kaki saya putar balik dari mulut gang, menuju jalan besar. Tangan saya bolak-balik ambil ponsel mau buka aplikasi pesan ojek. 

"Eh, tapi coba balik dulu deh segelap apa sih, mata?", otak saya masih coba merayu kaki dengan mengalihkan perhatian ke mata. Berhasil, kaki saya putar balik lagi.
"Ah gilaaa, gelap banget! dan ga ada jaminan itu ada ujungnya 😫" Si penakut dateng lagi, haha.
Kaki langsung putar balik lagi. 
...
Ada untungnya jalanan sepi sih, kalo ga mungkin saya disangka lagi Poco-poco.
malenggang pata pata..ngana pe goyang pica pica..ngana pe body..POCO POCOOOO!

"Yaudah, kalo mau putar balik, tapi apa gamau coba foto dulu, nanti ada justifikasi waktu cerita se-serem apa gang nya.."
kaki langsung nurut putar balik lagi, tangan sigap keluarin kamera ponsel.
Di saat itulah ada motor berbelok ke gang sempit tadi dari jalan besar.
"Naaah..motor aja lewat, pasti ada ujungnya! MASUK!"
Dengan segenap sisa-sisa keberanian akhirnya saya menyanggupi untuk "BISMILLAH YA ALLAH" sambil nahan mewek jalan masuk! 

Jalan. Jalan. Jalan. Tidak lupa gonggongan-gonggangan anjing yang tidak tampak dimana fisiknya. Saya berasa jadi kafilah, karena berlalu. Tsahh! Kafilah itu apa sih artinya sebenernya? mau googling tapi udah kemaleman, nanti ga beres-beres ini ceritanya.

Ga lama saya lihat lampu, lalu dengar suara gamelan. 

Mulai kelihatan, di ujung gang ada tembok..pantesan..makanya dari mulut gang ga kelihatan ujungnya..

Tiba-tiba saya ga merasa sepi lagi, dan mulai bisa melihat ujung gang yang terhalang tembok putih. Ternyata tadi ga kelihatan ujungnya ya karena memang ada tembok. Saya harus belok dulu, kiri..lurus sedikit, baru kanan..naaah..alhamdulillah kelihatan jalan raya!

Di samping mulut jalan raya, ada bangunan ini yang menjadi sumber suara gamelan. Sepertinya sedang berlatih untuk upacara Kuningan Sabtu nanti.

Begitu keluar jalan raya, belok kiri, jalan sedikit, mungkin 15-30 langkah, sampai deh, "Warung Saking Timur"! Alhamdulillah. Berhasil, berhasil, HORE! Bellisimo! Berhasil, berhasil, HORE!




Warungnya sudah sepi, masih ada pengunjung dua grup, tapi sudah sepi. Mungkin karena sudah malam, saya ga sadar sudah hampir pukul 20:30, padahal warung ini tutup pukul 22:00. Tapi ya apa boleh buat, nasi sudah menjadi pindang matah pelecing telur..

    Makanannya enak, otentik masakan rumahnya. Sambal matahnya juga ga terlalu pedas, hanya sambal pelecing-nya puedess..itu yang merah. Dan yang penting lagi, harganya sangat bersahabat 😀♥️

Kira-kira begitu, petualangan saya hari ini. Salam dari Dora keriting yang kembrobyos. Karena jalan kaki sekilo. Karena deg-degan. Juga karena kepedesan!


Pas break 3 hari lagi kemana ya kitaaa? 😀

Sebenarnya pengen banget ketemu teman-teman yang dulu ada di kosan dekat ISI di tahun 2009, tapi saya sudah ga punya kontak mereka lagi..hmmm..internet..show me your power 🪄





Tuesday, March 28, 2017

guilt-free parenting, parents talk by Pustakalana and Bright Beginning


Pengantar diskusi ini adalah, di era sekarang, dimana informasi itu dengan mudahnya bisa terakses, sengaja maupun tidak, belum lagi algoritma ngeri search engine dan media sosial, membuat kita terpapar dengan banyak sekali informasi, termasuk informasi parenting. Belum termasuk share dari berbagai group chat. sedemikian mudahnya membagi berita sampai kadang jadi simpang siur mana yang benar teruji bisa diterapkan mana yang konsep mengawang-awang-manunggaling-kawulo-gusti.

Pencitraan sempurna di media sosial juga seringnya membuat berbagai ibu yang gegap gempita dengan arus informasi, depresi karena merasa kurang sempurna menjadi seorang Ibu.

Berkaca pada pengalaman pribadi, saya sendiri pun seringkali merasa bersalah. Contohnya, jikalau di siang hari anak pertama "bertingkah" dan stock sabar saya sungguh sedang tipis karena ada palu imajiner berulang memukul kepala saya sampai berdengung,  "deadline, deadline, deadline". Kemudian disaat yang bersamaan, naga dalam perut saya demo akibat belum diberi sesajen dari pagi sementara saya belum sempat masak sama sekali, karena seharian belum juga duduk, disibukkan dengan olahraga cuci baju-cuci piring-jemur baju-menyusui-lipat baju dari jemuran-gendong si adik. Dan naga lapar yang terpelihara dalam perut saya di fase menyusui ini buasnya minta ampun. Jadilah saya ambil jalan pintas untuk bertengkar dengan si sulung. Kalau sudah habis drama satu musim pertikaian, untungnya kami terbiasa saling meminta maaf, memeluk, dan mencium dan saling menyatakan rasa sayang masing-masing, tapi...bukan berarti semasa bertikai tadi tidak terjadi apa-apa. Terbukti dengan, di lain waktu, jika saya mendengus sedikit saja, atau si sulung melakukan kesalahan sedikit saja (yang mana sangat wajar, namanya juga anak-anak) dengan refleks ia akan langsung menatap saya dengan mata bundar besarnya, pupilnya melebar, ia khawatir, lalu berujar cepat, "Ibu ga marah?" beberapa kali. Pilu rasanya hati saya. Segitu buasnya saya ya? Sama dengan ibu-ibu normal lainnya, saat si sulung tertidur saya seringkali menatapnya, hati saya tergerus, tenggorokkan saya tercekat, dada saya sesak akan rasa penyesalan. Dan sama juga dengan ibu-ibu normal lainnya, siklus diatas akan berulang kok di kemudian hari, begitu terus, entah sampai kapan, saya harap sih tidak usah terulang lagi ya, tapi prakteknya cyin.. *kehilangan kata-kata *cuma bisa lempar bantal ke penonton *sambil senyum malu malu buas *lari ke backstage *cari kueh manis *laper *anaknya gampang banget laperan sih *bukan baperan, catat, tapi laperan

"Rasa Bersalah" ini sesungguhnya wajar. Sangat wajar. Karena itu tandanya saya masih ingin menjadi lebih baik lagi. Sampailah pada beberapa minggu kebelakang, saya berdiskusi dengan teman saya Arie dan Chica. Ardhana Riswarie, seorang art therapist yang menjadi pembicara di Parents Talk ini dan Chica, founder dari Pustakalana, perpustakaan anak yang punya program-program anak dan orangtua, yang menampung acara Parents Talk.




Dalam diskusi itu tersebutlah sebuah keyword, "Guilt-free Parenting". Jadi sesungguhnyalah rasa bersalah itu wajar, yang tidak wajar adalah jika kita, saya, sebagai ibu, terus-terusan bergumul dengan rasa bersalah itu. Maka sepakatlah kami untuk membuka ruang diskusi bagi para orangtua bertemakan "guilt-free parenting" karena saya rasa banyak sekali diluar sana rekan seperjuangan yang relate dengan siklus rasa bersalah tadi. Arie juga menawarkan solusi bagi para ibu yang punya "hantu" rasa bersalah. 

Acara dibagi menjadi dua sesi; sesi diskusi tanya jawab dan mini workshop. Dalam sesi diskusi Arie dan Melva (psikolog dan play therapist) menjelaskan perkembangan dan milestone anak usia pra-sekolah. Setelah itu ditutup dengan mini workshop membuat mandala, dipandu Arie, serta proses reflektif dari mandala masing-masing peserta.

Ada beberapa poin penting yang saya catat untuk saya bawa pulang, pengetahuan baru dan bahan bakar untuk stock sabar saya yang tipis dan usang.



  1. Tahapan perkembangan emosi anak menurut Erikson. Disini yang dibahas 3 tahapan pertama, sampai usia prasekolah (pojok kiri bawah di catatan)
    • Tahapan trust vs mistrust (usia 0-1,5 tahun): Pada tahapan ini anak belajar mengenali orang-orang disekitar mereka, anak akan belajar apakah ia bisa mempercayai orangtuanya, orang-orang sekitarnya. Pupuk kepercayaan anak pada diri kita sebagai orangtua di tahapan ini. Targetnya, selesai tahapan ini anak merasa aman berada dalam lingkungannya.
    • Tahapan autonomy vs shame and doubt (1,5 - 2 atau 3 tahun): Nah ini, anak pertama saya sedang berada di tahapan ini, menuju tahapan selanjutnya. pada tahapan ini, anak sedang senang-senangya mengeksplorasi batas kemampuan mereka sendiri. Mau pilih baju sendiri, punya pendapat sendiri yang bertolak belakang dengan aturan orangtua (kemudian menuntut pendapatnya yang diikuti semua khalayak rumah), mau ikut masak, mau ikut cuci piring, mau ikut jemur, merasa bisa makan sendiri (kemudian berantakan), dan lain sebagainya. Di tahap ini, seringkali orangtua kurang sabar meladeni anaknya (iya, saya maksudnya *tunjuk tangan), dan besar godaan untuk menyabotase proses belajar anak di tahap ini. Jebakannya (saya sih merasa ini jebakan, haha) karena ini tahapan autonomy vs shame & doubt, jika saya memarahi anak atas proses eksplorasinya (yang seringnya merepotkan alih-alih membantu, ya namanya juga proses eksplorasi ya..) maka ia akan merasa dihakimi, dan bisa jadi defensif. Terjadilah episode demi episode pertikaian. Melva memberi contoh saat anak di usia ini sedang belajar pipis di kamar mandi kemudian ngompol. Di contoh ibunya tidak marah alih-alih mengajak si anak mencuci sendiri celananya dan berkata, "oh, ini waktunya ganti celana dan mencucinya", lalu saya membayangkan ibu-ibu dengan cahaya dan sinar lembut dari belakang menerangi rambut halusnya yang panjang dan rapih, baju putihnya yang bersih membalut sempurna di badannya. Sementara di kasus keseharian saya, saya akan refleks menyatukan kedua alis saya di tengah, mendengus kesal, sedikit melotot, rambut acak-acakan (karena emang dari bangun tidur gakan sempet nge-blow ke salon, sampe kapanpun sih kayanya gakan sempet), baju bau asi dan ada noda disana-sini, akibat belum ganti baju karena belum sempat mandi dari kemarin, apalagi keramas. Apalagi kalau dia ngompolnya diatas sofa. yuk mariii *lambai-lambai silk scarf manja. tumbuh tanduk mungkin sejenak. Pada tahap ini, anak akan belajar, akankah ia menjadi mandiri, atau akan terus tergantung pada ibu atau orangtuanya?
    • Tahapan initiative vs guilt (antara 2 atau 3 tahun sampai 6 tahun): Pada tahapan ini, pola prilaku dan sosialisasi yang sudah anak dapat di rumah, akan menjadi caranya melihat lingkungan sosial yang lebih besar. Disinilah terjadi proses eksplorasi dan penemuan hubungan-hubungan sosial. Dimana ia berada dalam lingkungan masyarakat, dalam pertemanannya di keseharian. Bagaimana ia mengidentifikasikan jati dirinya, kesukaannya. Di tahap ini pula mulai berkembang keterampilan leadership dan decision making. Melva memberi contoh, seorang anak perempuan bernama Tini, usia 5 tahun, yang ingin menjadi pemain sepakbola kemudian dilarang ibunya. Ibunya berkata bahwa sepakbola itu untuk laki-laki. Di hari ulangtahun Tini, alih-alih mendapatkan bola seperti yang ia minta, ia mendapatkan boneka barbi. Tini pun marah dan membanting barbi-nya didepan banyak tamu. Pada tahapan ini sebaiknya orangtua tidak dengan mudah dan cepat menghakimi identitas yang sedang dicari anak, karena inilah tahapan mereka mulai punya inisiatif atas diri, mengidentifikasi hobi/kesukaan mereka dengan "ke-aku-annya". Karena segala penghakiman di tahapan ini akan membuat mereka bertanya reflektif, "am i good or bad?"
  2. Fungsi-fungsi otak; dari belahan secara vertikal dan horizontal dan hubungannya dengan kebutuhan anak dan apa yang harus kita penuhi berdasarkan fungsi otak tadi (gambar otak di kiri atas dan dibawahnya)
    • Jika dibelah secara horizontal, otak manusia terdiri dari 3 bagian: (dari bawah ke atas) Reptil, Mammal, dan Rational. Ibarat sebuah rumah, Reptil adalah fondasinya, Mammal adalah badan rumahnya, Rational adalah atapnya. Bagian Reptil bertanggungjawab mengendalikan rasa takut dan kemampuan bertahan (survival). Jika anak sudah merasa aman (terkait dengan tahap pertama tahapan Erikson), maka ia bisa belajar untuk mulai mengolah emosinya, yang dikelola oleh bagian otak Mammal, ditengah. Jika ia bisa mengenali dan mengolah emosinya, maka ia akan bisa meraba logika dan mengasah kemampuan berpikirnya, dikendalikan oleh bagian otak diatas, Rational.
    • Seperti kita semua pahami, bahwasannya otak kiri bertanggungjawab pada segala logika berpikir serta eksakta, dan otak kanan bertanggungjawab pada olah rasa emosi dan seni. Meskipun demikian, mereka tidak bisa dilihat secara terpisah, adalah diantara mereka corpus callosum; the great mediator. Lewat corpus calosum ini kita bisa membantu bagian otak yang kurang dominan ikut berkembang. Contohnya, untuk membantu anak kesulitan belajar (otak kiri), digunakanlah terapi dengan pendekatan seni, agar dengan terapi olah rasa tadi, lewat corpus callosum terbuka jalan menuju otak bagian kiri.
  3. Kontrol perilaku X kontrol psikologis
    • Kembali ke tiga tahapan pertama anak menurut Erikson serta fungsi otak, dalam memaksimalkan perkembangan anak, sebaiknya kita tidak mengendalikan anak lewat tekanan secara psikologis, alih-alih kendalikan perilakunya. Contoh, jika anak berulah, ganti reaksi atau pertanyaan, "Kamu sayang ibu ga sih? Kamu ga sayang ibu ya?" atau "Kamu tuh, selalu bikin ibu kesel, ga nurut!" kedua reaksi tadi "menyerang" emosi dan konsep diri sang anak, bisa menyebabkan kebingungan dan ia adopsi sebagai jati dirinya. Jika kita mengendalikan perilaku anak, kita harus spesifik dengan perilaku mana yang kita anggap salah dan tidak menekan perasaan atau sisi psikologisnya. Saya rasa secara bahasa mungkin ga banyak berubah, tapi di titik ini kita harus bisa mengendalikan emosi diri kita sendiri sehingga bisa bertanya dengan ti'is style (gaya bertanya non-emosi/emosi netral). Contoh, "Kenapa kamu ngompol?" tidak dilanjutkan dengan embel-embel drama, "kamu tau ga sih, kerjaan Ibu tuh banyak. Kamu selalu deh ngompol (bener gitu selalu?). Kamu ga sayang Ibu ya (mulai..mulai..)?" atau, "Kenapa kamu nangis teriak-teriak?" tidak dilanjut dengan, "Berenti nangis, jangan nangis, kamu malu-maluin!". Dijawab atau tidak, selama si anak memiliki pendengaran yang normal sebetulnya ia mendengar, percayalah, tapi ia belum selesai mengolah emosi yang sedang dirasakannya. Beri ia waktu, jika sudah kembali tenang, coba ajak bicara lagi, bernegosiasilah dengan sabar seperti menghadapi kabel merah dan biru pada bom di film-film action yang dibintangi Sylvester Stallone.
  4. Beri batasan (gambar lingkaran di kanan tengah)
    • Dalam rangka mengontrol perilaku, untuk membantu, kita bisa menciptakan "dinding batasan", bernegosiasilah di awal dan konsistenlah dengan perkataan dan konsekuensi di awal. contoh (a) kasus paparan gadget: diawal bernegosiasi "30 menit ya.." si anak pasti tidak pikir panjang langsung setuju, yang penting dapet. Pasang timer, menjelang 30 menit, ingatkan anak, "sebentar lagi selesai ya.." satu kali, dua kali, sampai timer betul berbunyi. Minta gadget baik-baik, dan beri pengertian akan kesepakatan di awal, untuk menghormati kesepakatan dan menepati janji. (b) kasus anak susah mandi: beri batasan yang jelas dan definitif, misalnya, pokoknya dalam 1 hari anak harus mandi. Batasan ini harus juga sudah mendapat kesepakatan anak ya. Jika pagi anak tidak mau mandi, coba beberapa jam kemudian, terus sampai sore. Ingatkan kembali perjanjian di awal, jika tidak mau juga sampai waktu mandi lewat beritau konsekuensi nyata dan logis yang bisa ia dapat kalau ia tidak mandi, seperti bau, gatal, atau rasa tidak nyaman karena keringat. Dengan penyampaian apa adanya dan tidak berusaha menakut-nakuti tentunya yaa :)
    • Tentu saja batasan-batasan ini harus sesuai dengan gaya hidup orangtua atau pengasuh. be realistic. Kalau ingin anak mandi, tentunya ia harus melihat orang-orang di sekitarnya selalu mandi. Kalau ingin anak tidak terpatri pada layar gadget, tentunya orang-orang di sekitarnya juga harus punya hidup diluar layar gadget, dan seterusnya.
  5. How to deal with guilt and keypoints takeaway
    • huff! akhirnya, poin terakhir! OKEH, ini yang paling penting. "Gimana ya, saya sudah terlanjur sering "menyerang" psikologis anak, lihat, dia dikit-dikit nanya, Ibu ga marah, saya udah salah banget ini, salah terus? Jadi saya salah? Saya bukan ibu yang baik?" *nangis sambil lari-lari keluar bangunan nyari air ujan. Kalo kata Arie kemarin, ya nggak gitu juga. coba diterima rasa bersalah tadi, akui kita sebagai orangtua, sebagai Ibu melakukan kesalahan. Setelah diterima dan diakui, coba cari waktu yang tepat untuk dibicarakan dengan anak. Contoh, saat anak bertanya, "Ibu, Ibu ga marah?" waktu ia menumpahkan setitik air susu di lantai, setelah menjawab, "Enggak.." coba tanya balik, "Kenapa kamu pikir Ibu marah?" kalau ia bisa menjawab coba respon jawabannya dan beri pengertian bahwa kita marah saat itu karena, misalnya, saat ia menumpahkan susu tempo hari, kita sedang banyak pekerjaan, sehinggahal kecil membuat kita marah. Mintalah maaf dan berikan konfirmasi bahwa itu bukan kesalahan si anak, tapi situasi kadang tidak ideal dan membuat kita, sang Ibu, menjadi marah.
    • Segala hal yang membuat kita merasa bersalah pada anak, coba diluruskan lewat percakapan-percakapan. Bisa dibuka dengan cerita dongeng yang mirip atau menganalogikan, bisa dibuka dengan cerita sambil menggambar, atau menunggu waktu anak bertanya. Meminjam istilah Arie, "Ya tinggal diluruskan aja, sama anak.."
    • Tidak usah merasa bersalah jika kita tidak bisa 24 jam selalu in-tune dengan anak, karena memang wajarnya kita punya jeda agar pribadi masing-masing masih punya ruang untuk berkembang. Walau anak lahir dari rahim kita, tapi kita dan mereka adalah dua individu. Dan dua individu selalu perlu jeda dan ruang gerak. Kita selalu bisa "kembali" ke frekuensi anak saat ia membutuhkan kita atau "pergi" dari frekuensi anak saat kita perlu waktu untuk mencerna hal lain.
    • Kreatiflah dalam bernegosiasi saat menyepakati batasan. Gunakan contoh kasus pada buku cerita favoritnya, gunakan pretend-play, gunakan tokoh imaginary, gunakan apapun. sekali batasan sudah disepakati kita memiliki jangkar untuk mengendalikan perilaku anak alih-alih menyerang sisi emosi dan psikologisnya.
    • kembali mengutip Arie, "Parenting itu 10% knowledge, 90% intuisi" semua teori yang pernah kita lahap, pada akhirnya harus menyesuaikan kebutuhan anak yang sangat berbeda-beda. Asah intuisi kita sebagai orangtua, sebagai Ibu, karena at the end of the day, that is the most powerful tools that we have, beyond any theories :)
Sekian buibu, pakbapak! huf udah kaya nulis sripsi! mudah-mudahan tulisan panjang lebar ini bermanfaat yess! 

Please stay sane whenever, wherever you are. Karena hanya jika kita bisa mengakses pintu-pintu emosi kita sendiri, baru kita bisa mengolahnya, untuk kemudian bisa menghadapi anak dengan ti'is style tadi. Terimalah, akuilah bahwa kita tidak akan terus bisa waras, tapi bukan berarti kita selalu tidak waras (pindah alamat dong ke Sumber Waras Tidak kalo gitu), kita selalu punya pilihan untuk mengambil pelajaran, menerima rasa bersalah, kemudian move on dan mengurai simpul masalah satu persatu.

semangaaat!

tertanda,
penghuni sumber waras tidak

:p

Monday, November 28, 2011

tentang pementasan

dan disinilah, teman-teman bisa menyimak perkembangan pementasan teater boneka Papermoon yang berjudul, "Secangkir Kopi dari Playa"


:D

Monday, December 6, 2010

dan cerita pun berlalu

Seperti hal nya:

“sebuah kejahatan terjadi bukan hanya karena adanya niat dari si pelaku, tetapi juga karena adanya kesempatan! Waspadalah! Waspadalah!”

Sebuah pernyataan yang selama ini sangat saya amini.

Ternyata, begitupun sebuah keberhasilan.


Sudah lama saya tidak membagikan cerita-cerita saya pada tulisan, dan cerita pun berlalu.

Pentas Papermoon Puppet Theatre yang membuat saya extend untuk berbulan-bulan lagi setelah masa magang saya di LIP usai, selesai pula.

:]

Senang? Ya, Pastinya. Apalagi kerja keras selama ini membuahkan hasil.


Segala suka, duka, lelah, sedih, tawa, bekas-bekas memar terantuk kayu, kebodohan-kebodohan, debatan-debatan, nada tinggi, dan apapun itu lah, semuanya, terbayar sudah.


Pentas usai.

Tanggal 1, 2, dan 3 desember sudah lewat melerai.

Panggung itu sudah diusung kembali setelah meraja, selama kurang lebih 4 hari.

Para penonton menyuarakan apresiasi,

Para wartawan menuliskan laporan, menuntaskan yang mereka kaji.


Pementasan “Mwathirika” berhasil menyentuh banyak orang.

Alhamdulillah.

Membuat kami merasa apa yang kami kerjakan selama berbulan-bulan dan bukan tanpa pengorbanan ini, tidak sia-sia.


Saya sendiri secara pribadi merasa sangat bersyukur bisa ada di tengah-tengah Mwathirika ini.

Pun merasa sangat berterimakasih, sudah diberi kesempatan yang luar biasa besar ini untuk memainkan karakter Tupu.


Seperti hal nya:

“sebuah kejahatan terjadi bukan hanya karena adanya niat dari si pelaku, tetapi juga karena adanya kesempatan! Waspadalah! Waspadalah!”


Begitupun sebuah keberhasilan.


Terimakasih Papermoon Puppet Theatre,

Terimakasih Mba Ria, Mas Iwan,

Terimakasih teman-teman sesama pemain dan hampir pemain: Umi Wa, Mas Grewo, Beni, Mas Okto, Elga

Terimakasih Tim Produksi: Frau Aniek, Dek Yoyok

Terimakasih pembuat kreasi kostum: Teh Gea

Terimakasih stage manager: Mas Vindra

Terimakasih penata musik: Mas Yennu

Terimakasih penata video dan animasi: Mas Mamad

Terimakasih penata lampu: Mas Banjar, Mas Sugeng

Terimakasih fotografer handal: sejoli Teh Hera dan Mas Indra

Terimakasih adik-adik temannya Dek Yoyok: Wulang Sunu dan temannya


Terimakasih teman-teman yang sudah hadir, menonton dengan ikhlas,

Terimakasih energi yang sudah kalian berikan untuk pementasan ini dan percaya pada kami.


Terimakasih Seterhen Akbar yang menyalakan semangat saya :}


Terimakasih Tupu yang sudah “berbagi” dengan saya selama pementasan ini.


Terimakasih Ibu dan Bapak yang karena doa kalian saya punya kesempatan bertemu pengalaman hebat ini dalam persimpangan jalan hidup saya.


Semoga ke depan, saya akan berkesempatan bertemu pengalaman-pengalaman yang tidak kalah serunya :D tomato yeah!


*Lebih lengkap mengenai Mwathirika

Lebih lengkap tentang Papermoon Puppet Theatre

Lebih lengkap tentang Mba Ria

Saturday, November 6, 2010

perempuangimbal coklat melaporkan (tentang bantuan)

DAN setelah perjalanan kami mendistribusikan bantuan ke dua daerah (salam, Muntilan dan Maguwoharjo), saya jadi membatin perihal "sistem tanggap bencana" yang harus dibuat jika ada musibah melanda Indonesia.

kenapa?

karena..saat kami di Salam, bantuan makanan disana sudah cukup, yang lebih mereka butuhkan adalah kebutuhan perempuan seperti pembalut, BH, dan celana dalam. lalu kebutuhan MCK seperti sabun, odol, tali jemuran, dan ember cuci. dan kebutuhan anak-anak dan balita seperti diapers, susu, makanan bayi, dan baju bayi.
tapi bantuan makanan masih saja datang.
sedangkan mereka sudah mendirikan dapur-dapur umum.
jadi mungkin bahan baku makanan lah yang lebih bermanfaat.

nah,
saat kami di daerah Maguwoharjo (yang dipantengin TV one dan Metro TV serta media televisi lainnya), kami mendatangi Rumah Susun kampus Sanata Dharma yang dijadikan kamp pengungsi juga, bukan ke stadion Maguwoharjo nya.
sama seperti diatas, yang mereka butuhkan lebih ke kebutuhan perempuan, MCK, dan bayi, juga kebutuhan manula, karena para manula ditampungnya di Rumah Susun tersebut.
mereka masih membutuhkan satu kursi roda.

lalu kami berbincang dengan salah satu relawan di Rumah Susun itu yang adalah mahasiswa Sanata Dharma.

"Mba, tadi pagi makanan berlimpah di Stadion Maguwoharjo. enam ribu nasi bungkus terpaksa dibuang karena basi, menganggur, overload.."

oalaah..dengernya hatiku "mak closss", kalo pake logat jawa.

"kok bisa??" tanyaku prihatin dan sedikit sebel dengernya.
"ya gmana mba, kita kan juga ga bisa nolak bantuan, tho?"

nah nah nah,
ini nih..ini..
dan ini juga sekaligus pelajaran berharga untuk saya..

"kita harus berani berkata TIDAK"

ya memang rasanya tidak sopan menolak bantuan, lha wong bantuan, je!
tapi kalo ya sudah cukup, kan lebih baik bilang tidak sama si pemberi bantuan..bukan maksudnya tidak tau berterimakasih, tapi kan mereka yang memberikan bantuan (yang notabene pasti mereka mengantarkan dengan kendaraan dan waktu yang available) lebih punya waktu dan akses untuk mengantarkan bantuan itu ke tempat lain daripada bantuan itu ditampung dengan anggapan "ah nanti kalau berlebih kita kirim beberapa relawan untuk mendistribusikan kelebihan ini". Karena pada praktek nya semua pasti akan sibuk dan akhirnya terabaikan si bantuan berlebih ini..kan jadinya sayang..

ya ampun..dengernya sedih banget..
itu makanan semua lho..
apalagi, diketahui kemudian, di Klaten kekurangan nasi bungkus kira-kira enam ribu buah.
ugh..
harusnya kejadian ini bisa buat pembelajaran.
kalau memang sudah tidak butuh, harus bilang TIDAK. harus tega dan tegas. ya memang terlihat bagai antagonis.

tapi antagonis itu ternyata diperlukan.
kalau tidak begitu tidak akan ada protagonis nantinya.
dalam hal ini "protagonis" nya adalah para pemberi bantuan yang nantinya akan memberikan bantuan tepat sasaran pada orang-orang yang lebih membutuhkan.

kembali pada prinsip yang sangat sering saya bahas.
selalu ada dua sisi.
Rwa Bhinewdha, kata bahasa Bali.
betapa ya, kearifan lokal memang terbukti lebih "bunyi" daripada paham apapun yang bisa diaplikasikan pada bangsa dan negeri ini.
karena bangsa ini bangsa unik.
negara kepulauan terbesar di dunia.
bukan sistem adaptasi negara luar yang kita butuhkan.
bukan hukum keagamaan tertentu yang diaplikasikan negara lain juga yang kita butuhkan.
bukan BELAJAR ETIKA KE YUNANI yang kita butuhkan, hei kalian, wahai DEWAN PERWAKILAN RAKYAT! DEMI TUHAN!
*maaf saya selalu emosi kalau bahas ini..

yak, kembali ngomongin soal bantuan dan pendistribusian nya:
satu hal lagi yang tadi saya dan kawan kawan ViaVia diskusikan (ada Mba Siska, Mba Uji, dan Dita)
para pengungsi ini memang wajib kita tolong, tapi jangan sampai dimanjakan.
para relawan harus dibekali dengan kesadaran ini.
karena, hanya dengan cara ini, kita bisa tetap berdiri netral dan sebisa mungkin menjadi adil.
ini juga terkait pada pendidikan mental.

dibantu harus, dimanjakan jangan.

jika memang memberikan bantuan, biarkan mereka ikut merasakan prosesnya,
sebagai contoh:

+membantu mendirikan dapur umum dan mensuplai bahan mentah serta mengajak dan mengoordinasi para pengungsi untuk ikut memasak dan mendistribusikannya kepada sesama pengungsi di kamp tersebut.

+memberikan bahan mentah dan mengajak mereka ikut menciptakan sistem pendistribusian.

we're not superhero after all, that's why we're social creature. so, act like one we should. that way, we can keep the balancing.
we could be superhuman, with realizing that we have limits and we're not superhero.
there is a big difference between superhero and superhuman.
superhuman came with certain wiseness, creating balancing: the weak will learn to be strong.
superhero came with super power along with super ego which creating laziness in other side: the weak will be dependent and still weak.

perempuangimbal coklat melaporkan

siang ini saya dan beberapa kolega ViaVia berangkat menyalurkan bantuan untuk pengungsi merapi.
Tujuan kami adalah Salam (muntilan) dan maguwoharjo.
Sebelum kami berangkat ke camp pengungsi, saya dan Dita kebagian tugas belanja ke pasar "bawa-harjo" beringharjo. Kami membeli pakaian dalam, diapers, dan pembalut.
Di pasar itu ternyata ramai sekali orang-orang yang juga berbelanja barang bantuan.
Langsung berputar film di kepala saya, suasana sibuk belakang layar kelompok-kelompok relawan yg mau menyalurkan bantuan,


"daerah A butuh ini, kirim bantuan ini ke daerah A", teriak ketua koordinator sebuah kelompok relawan.
"Kirim bantuaaaaaannn..", sambung kepala tim relawan

terus sambung menyambung sehingga barang-barang "ini" terdistribusi ke daerah A.

NAH,
sore ini sepanjang jalan kami mendistribusikan bantuan,
hujan mengguyur daerah-daerah abu-abu yang kami lewati.
sehingga seolah "membersihkan" daun-daun, dan mobil-mobil yang coklat keabuan.
tampaklah sedikit hijau yang meringankan hati yang meringis.

saya jadi berpikir, dan berputar film di kepala saya,
suasana sibuk belakang layar kelompok-kelompok awan yang mau menyalurkan bantuan,

"daerah A butuh air hujaaaaann, kirim hujan ke daerah A", teriak ketua koordinator sebuah kelompok relawan awan.
"kirim awan penyedot uap air ke kota Jogja, serap air, dan kirim huja ke daerah A!" sambung awan kepala tim relawan.

terus sambung menyambung sehingga hujan terkirim ke daerah A, membersihkan abu yang menyesakan itu.

"Oooh, gara-gara ini toh, Jogja kalau siang hari akhir-akhir ini panas sekali.." batin saya.

Friday, November 5, 2010

perempuan coklat yang mengabu

so, this was the second time i saw the dusty rain from the Merapi volcano eruption in Jogja. but this time went a little bit crazy since the first time.

so, about 2 a.m my friend phoned me and ask me to pack my things. he will picked me up and let us stay over the night at Papermoon, joined with other friends. half sleeping i asked my friend to leave me and letting me have my sleep alone in my rented room. but he persisted to picked me up. half awake i ask him,
"what time is this?"
"two a.m..look, it's dust rain outside, and Ria ask us to stay with them, so..in case there's something happen at least we all got each other.."
"is it that bad?"
"yes. pack ur things and let me know whenever u're ready, i'll pick u up."

so i ended up hung up the phone and packed. as i have done packing, i sit and wait my friend to pick me up..in silent..and then i started to notice the sound of heavy dusty rain outside. i heard dusts riding winds hitting my window. and that's the time i begun to feel a bit scared.

long story short, we arrived at papermoon, and already, my friend whose driving the motorbike got his jeans doted by dusty rain, even though it's only 3 minutes riding on motorbike.

it's quite creepy.

so what had happened is, at about 12.30 a.m in the morning the merapi, again, erupted. and it's quite a big one compare to the last time it's erupted. all the people whom live near the Merapi racing to the south, evacuating. the news on television's quite crazy though.

approaching 3 a.m i fell asleep, meanwhile the tense news running on television.

in the morning when i woke up, i'm rushing outside to see what's happen while we're asleep.
and so, all the ground is covering with damp dust.
feels like a compact powder.

grey fences...

and the dust still falling..the little dust which very soft and floating.

it looks like fogging, caused the eyesight distance's short and makes ur eyes sore.

the sun's come up, but it's light dimmed and so weak..

the dust-stencil street below my feet



the view from the front of papermoon.

hope everything's gonna be ok.

Saturday, October 30, 2010

jogja putih, foto-foto

halaman depan kosan.. berdebu, putih semuaa..

gradasi yang tertutup atap dan yang terkena debu

bersiap ke pasar untuk patroli!

di perjalanan, semakin terasa dengan debu-debu jalan yang beterbangan

guratan-guratan ban

ga terlalu keliatan, tapi warna atmosphere nya jadi aneh..seperti berkabut, tapi berdebu, dan udara sedikit lebih dingin..

sesampainya di pasar

kendati demikian, aktivitas pasar tetap berjalan

debu dan masker dimanamana

debu yang mengguyur mobil-mobil di jalan.
tebal, ya? saya jadi berpikir, ini gmana yang diatas sana ya, yang deket lereng merapi, pasti kan lebih tebel lagi.
semoga semuanya masih bisa baik baik saja, amin.

jogja putih

sekedar update kabar terbaru,
jogja hujan abu.
Pagi ini jam 6 saya terbangun dan refleks keluar kamar menuju kamar mandi untuk pipis. Dengan mata masih setengah terpejam saya tidak menyadari beberapa kejanggalan kecuali,

"Hm, jogja terara lebih terang dr biasanya pagi ini..tapi agak berkabut..kombinasi yang aneh.."
setelah kemudian keluar dari kamar mandi menuju kamar lagi,saya memandang matahari.
"Cahaya nya terasa agak lembut ya, pagi ini", batin saya.

Eh tunggu tunggu,ada yang jatuh pelan pelan..apa ini? Hujan?
Oh la la, bukan.
Ini abu.

Abu nya mbah merapi.
Bergegas saya mengajak si tanduk merah patroli.
Pasar tujuan pertama kami. Tetap buka ternyata, dengan segala aktivitas mbok mbok nya.

Jogja menjadi putih.
Wajahnya dibedaki,
bagai kabuki.

Subahanallah. Saya tercengang kagum, walau takut juga.

Semua memiliki dua sisi, itu saya semakin yakin.
Seperti kain poleng bali,
seperti dewi uma yang menjelma dewi durga,
seperti alam dan semesta,
seperti manusia.

Lagipula manusia adalah miniatur semesta.

Monday, July 26, 2010

inception (lagi)

owkai, serious now.

Inception,
directed by Christopher Nolan.

the same director of The Dark Knight.
"that" Dark Knight.
kalo kamu sudah tergila-gila dengan karya doi yang satu itu,
HOLD UR BREATH until u watch this movie!

seperti biasa, saya akan skip membahas alur cerita,
gugling atau wikipediaing saja,
saya mau membagi apa yang saya rasa setelah menonton film ini.

c a p e k

iya, saya capek,
dan TERCENGANG sekaligus.
this story is TOMATO smart.
membahas tentang sebuah "ide"
bagaimana "ide" itu bisa menular,
bisa secara sengaja ditularkan,
dan jika sudah tertular, "ide" itu bisa "menjangkit" siapapun dan tanpa sadar,
ya,
tanpa sadar,
orang yang "terjangkit" tadi akan menjadi agen paling potensial untuk kembali "menularkan" ide tadi.

ide adalah virus.

jelas tidak semua virus buruk.

dan saya setengah hidup terperangah menonton film ini,
bahkan beberapa saat setelah sudah keluar studio,
saya cuma bisa geleng-geleng,
senyum senyum kaya orang ga waras,
terus mikir dan mempertanyakan dan me-rewind banyak hal,
karena pernah terlibat dalam sebuah diskusi sepanjang perjalanan tol Jakarta Bandung membahas tentang virus akal budi,
dan tentang caranya untuk bisa terus bertahan dan diwariskan bagaikan DNA,
dan,
film ini sepertinya akan menjadi referensi wajib kami.

saya merekomendasikan teman teman untuk menontonnya,
dan tetap fokus selama menonton,
sekedar TIPS,
sebelum masuk studio lebih baik pipis dulu,
dan di dalam nanti, jangan banyak minum.

u DON'T WANT miss any single scene, chers amies.

percayalah,
(apa yang dikatakan rudi)

salam,
Rudi

Totto-chan: Sebuah Ulasan

Segera setelah adegan terakhir Totto-chan membuka pintu kereta yang masih berjalan sambil menggendong adik perempuannya yang masih bayi, lal...