Showing posts with label saya belajar. Show all posts
Showing posts with label saya belajar. Show all posts

Monday, May 6, 2024

Totto-chan: Sebuah Ulasan


Segera setelah adegan terakhir Totto-chan membuka pintu kereta yang masih berjalan sambil menggendong adik perempuannya yang masih bayi, lalu menutupnya kembali dan memperhatikan adik dalam pelukannya sudah tidak lagi menangis dan mulai tertidur, film berakhir dengan tampilan credit title dan ilustrasi adegan-adegan kunci di Totto-chan.

Rasanya saya ingin menolak keluar dari studio bioskop. Saya sadar ini sudah selesai, tapi "rasa" hati ini ingin menuntut adegan akhir yang lebih "mengakhiri". Gimana ya mendeskripsikannya, haha, syulit.


Sebagai pembaca buku "Totto-chan: Gadis Cilik di Jendela", saya merasa film animasi adaptasi dengan judul yang sama ini cukup bisa mengejawantahkan apa yang saya bayangkan saat membaca buku. Sebenarnya terakhir membaca buku Totto-chan sudah lama sekali. Saya pun sudah sedikit lupa ceritanya, tapi kesan-nya masih menempel. Bahkan, tanpa sadar, beberapa prinsip dan pola pikir saya ternyata (karena baru saya sadari jauh di kemudian hari) cukup mendapat pengaruh dari cerita Totto-chan, dari tokoh-tokoh yang dekat dan Ia ceritakan dengan kekaguman. Buku Totto-chan saya juga sudah tidak ada di rak sejak saya berpindah-pindah tempat kost semasa kuliah-lulus-kerja-menikah. Sepertinya saya pinjamkan ke Ibu, karena merasa kisah dalam buku ini bagus sekali (dan Ibu suka baca). Tapi juga masa itu keluarga saya sempat pindah rumah dua kali di Jakarta, dan banyak barang-barang kami (termasuk koleksi lengkap komik Sailormoon berwarna, Detective Conan, Sentaro, Slam Dunk, dan komik-kamik lainnya) (brb nangis dulu di pojokan) (tiap inget masih nyesek) (puk puk) yang sudah tidak bisa dilacak lagi keberadaannya. 

Beberapa waktu lalu di bulan Februari, ada Festival Literasi, acara tahunan di Rumah Belajar Semi Palar. Dalam rangkaian pekan FesLit tersebut, salah satunya, ada sudut Bursa Buku Seken, wadah warga Semi Palar (Anak, Kakak Guru, maupun Orang Tua Murid) yang ingin menjual buku-buku bekasnya yang masih bagus, untuk dibeli dan dinikmati warga Semi Palar lain. Di sana saya menjumpai kembali buku Totto-chan yang dijual salah seorang Kakak Guru. Karena melihat sampulnya saja, deras nostalgia Totto-chan yang bercampur buram ingatan akan ceritanya langsung membanjiri otak saya, maka saya langsung memutuskan untuk membelinya, untuk saya baca kembali. Saya cuma ingat, saya di tahun 2007 sangat, sangat merekomendasikan buku ini untuk dibaca SEMUA ORANG. Pasti kalau berjumpa dengannya saat itu di Bursa Buku, dia akan berteriak, "Beli sih, beliii, asliii!"

Tidak lama, suatu hari di Bulan April saya melihat Instastory Nuha, yang sekarang tinggal di Bali, membagikan berita bahwa Totto-chan akan ada film animasinya yang tayang di Bioskop tanggal 1 Mei! Excited sekali, saya langsung mulai untuk membaca ulang Totto-chan yang saya beli di FesLit Semi Palar. 

Membacanya kembali mengingatkan saya akan banyak hal. Ibarat minuman teh tubruk yang daunnya sudah mengendap dan airnya sudah jernih, membaca buku ini kembali seperti mengaduk dan membuat otak saya menemu-kenali lagi serpihan-serpihan "daun-daun teh" yang..unik, seru, dan membawa banyak memori dan cerita. Saya bertemu lagi (dan semakin kagum) dengan Pak Kobayashi. Saya terenyuh lagi dengan persahabatan Totto-chan dan Yasuaki. Saya jatuh sayang lagi dengan Rocky. Saya juga kembali bertemu dengan Mama Papa Totto-chan. Sampai hari ini saya memutuskan untuk menonton filmnya bersama teman-teman Labtek Indie, saya belum tamat membaca ulang bukunya (tapi saya sudah selesai membaca Daftar Isi-nya, hehehehe). Tulisan lain tentang refleksi saya akan Totto-chan dan sebuah gerakan partisipatif ada di medium, pada tautan ini.




Ulasan film animasi Totto-Chan
*spoiler alert :p 

Film animasi Totto-chan dibuat sangat apik. Ada beberapa gaya animasi di dalamnya untuk membedakan dunia nyata dan alam imajinasi. Tapi pengejawantahan visualnya menurut saya sangat bagus; cantik, bermakna, dan mendalam. 

Lewat visualisasi animasi, saya jadi bisa bertemu dengan produk-produk "canggih" pada masanya, di tahun 1940an. Saya jadi tau "kulkas" pada jaman itu seperti apa bentuknya dan bisa menerka cara kerjanya, juga toaster. Saya juga melihat kereta dan trem, pemukiman dan jalan-jalan di sekitar stasiun Jiyugaoka. Oh! Saya juga jadi kenal Bapak pengumpul karcis dan jadi tau flow/mekanisme/SOP pengumpulan karcis kereta di jaman itu karena Totto-chan mengenalkan kami padanya :)

Ada banyak metafora dalam penceritaan dan penggambaran visualisasi di film animasi ini. Contohnya waktu untuk pertama kalinya Yasuaki mencoba berenang di kolam sekolah. Di buku diceritakan selewat, tapi di film animasi ini penggambarannya sungguh indah. Indah karena penonton bisa melihat Yasuaki yang kesulitan berjalan karena Polio, sewaktu merasakan berada dalam air, seketika senang karena tubuhnya menjadi lebih ringan dan ia bisa bergerak dengan lebih mudah. Lagi-lagi, di buku hanya dibahas selewat tapi dalam film animasinya, bahkan adegan menyenangkan ini berhasil membuat titik air mata saya menetes saking terharu dan ikut senang.

Lain hal lagi yang saya sadari, over time, kami penonton dibuat semakin kenal dan akrab dengan Bapak penjaga karcis kereta. Di masa mulai mendekat waktu perang berakhir (tahun 1943-an) dan masa kekalahan Jepang di Perang Dunia II, tiba-tiba ada penggambaran cut-to-cut fade in dari gelap, selembar kelopak sakura yang jatuh, lalu mendarat di topi si Bapak yang kemudian mulai terang digambarkan sedang menyapu di depan stasiun. Adegan sekian detik tersebut hening, tanpa suara, dan karenanya terasa gravitasi yang berbeda dengan alur penceritaan yang lain. Penonton seakan diberi peringatan untuk bersiap-siap. Untuk apa? Naaah..kasih tau ga yaaaaa? :p

Begitupun visualisasi tanpa dialog saat Totto-chan yang sedih berlari dari rumah duka menuju sekolah. Totto-chan melewati "artefak-artefak" akibat perang yang dibawa oleh setiap orang, warga, atau penduduk kota tersebut. Lagi-lagi, adegan ini walau dengan musik latar, tapi tanpa dialog dan sesekali ada adegan slow motion yang rasanya seperti "Bold Italic Underline" di aplikasi dokumen. Penekanan lewat bahasa visual. Dan justru karena tanpa dialog, buat saya pribadi, scene menjadi sangat powerful. Ini tuh definisi, "ga di towel aja saya nangis". Iya, memang ceritanya ini tuh Totto-chan lagi sedih, makanya wajar saya juga kebawa sedih, TAPI VISUALISASI pendukung dan penggambaran lainnya tuh, seperti, penggambaran aktivitas warga sehari-hari gitu lho, tapi penekanan-penekanan tiap simbol, objek, dan zoom in-nya BIKIN SEDIH, ngerti ga ya 😭🤧 Yang bikin sedihnya saya tuh jadi berlipat-lipat dan berat! Huhuhuhuhuu!

Omong-omong, setengah lebih dari durasi film Totto-chan ini tuh lucu ya, heartwarming, seperti yang di buku lah. Jadi jangan menganggap (lagi-lagi) film ini akan se-sedih Grave of the Fireflies yah, hehehe. Yaaa..cuma..gravitasi cerita pilu yang ada di hampir seperempat ujung film memang..besar sih.

Plus Minus Dibandingkan dengan Buku

Menurut saya mengalami yang satu tidak akan bisa menggantikan pengalaman yang lainnya. Maksudnya, kalau sudah membaca bukunya, tidak berarti bisa skip film-nya, dan sebaliknya. Karena ada pengkayaan yang berbeda dari mengalami proses keduanya. Seperti yang saya paparkan di atas, di film animasi, pengalaman penonton dibawa secara visual ke masa Totto-chan kecil hidup. Dan sebagai manusia tahun 2024, ada banyak hal menarik yang bisa saya amati. Juga detil-detil visualisasi yang bersangkutan dengan pengalaman teatrikal yang pastinya lebih menyentil "rasa".

Sementara, dalam buku, penceritaannya lebih leluasa dan "sabar". Dalam buku, Tetsuko Kuroyanagi bercerita dengan perspektif orang ketiga, walau yang diceritakan adalah dirinya sendiri. Perspektif ini membuatnya leluasa menjelaskan berbagai hal diluar nalar dan pemahaman Totto-chan kecil, yang menurut saya sangat membantu pembaca. Contohnya, di bab "Euritmik", dalam buku penceritaannya baguuuuus sekali. Tapi saya pun baru bisa mengenali bab ini sangat bagus saat saya membacanya kembali sekarang. Tetsuko Kuroyanagi menjelaskan apa itu Euritmik dan bagaimana Pak Kobayashi, kepala sekolahnya, menerapkan Euritmik untuk tujuan tertentu yang Ia yakini. Pak Kobayashi meyakini Euritmik adalah bagian penting bagi pembelajaran siswa Tomoe untuk bisa memahami dirinya. Euritmik, menurut Pak Kobayashi, yang diceritakan Kuroyanagi, mengasah "rasa" para siswa, lewat musik. Supaya dalam diri para siswa ini nantinya tumbuh kepekaan, dan "rasa" adalah hal yang sungguh esensial. Mengutip dari bab "Euritmik" di buku,

"Punya mata, tapi tidak melihat keindahan; punya telinga, tapi tidak mendengar musik; punya pikiran, tapi tidak memahami kebenaran; punya hati, tapi hati itu tak pernah tergerak dan karena itu tidak pernah terbakar. Itulah hal-hal yang harus ditakuti, kata Kepala Sekolah."

Penggalan ini dalam buku menjelaskan bagaimana sikap dan prinsip Pak Kobayashi, juga Papa Totto-chan, dalam melihat perang yang diikuti secara aktif oleh negaranya, tapi ditentang oleh hatinya.

Menyoal perang, dulu semasa sekolah saat belajar tentang penjajahan, saya selalu berpikir bangsa penjajah itu jahat. Semakin dewasa dan banyak bertemu beragam manusia membuat saya belajar, bahwa yang melakukan ketidak-benaran (atau jahat, sederhananya) itu "oknum", selalu oknum. Lewat film animasi ini, saya juga menyadari bahwa semasa Perang Dunia II, di saat Jepang melakukan invasi kemana-mana, termasuk menjajah Indonesia (yang konon dalam catatan sejarah penjajahan di Indonesia, Jepang adalah penjajah yang kejam), rakyatnya juga menderita, dan tidak semua dari mereka yang setuju dengan perang. Cuilan keseharian Totto-chan dengan kilasan interaksi dengan Mama Papanya juga Pak Kobayashi cukup menggambarkan pertentangan batin tersebut. Hal ini membuat saya pun berefleksi dengan keadaan yang terjadi di dunia saat ini.

Gajah bertarung lawan gajah, pelanduk mati di tengah-tengah.

Dalam film, seperti juga di buku, pertentangan dan kepiluan ini masih dinarasikan dengan perspektif yang optimis dan semangat, alih-alih meratapi nasib. Tapi lewat visual, karena langsung nempel banget ke otak tanpa harus di proses, tidak seperti membaca yang dari mata di proses dulu di otak lalu dibayangkan yang kadang bisa ada gambarnya kadang tidak, efeknya malah nambah pilu gitu lho. Sedih, terenyuh, juga terharu melihat kesulitan dihadapi dengan tegar dan kepala tegak. Saya juga terenyuh dan terharu sekali melihat evolusi Totto-chan dari kecil sampai menjadi anak perempuan yang sangat berempati pada orang-orang dewasa di sekitarnya. 

"Totto-chan, kamu adalah sungguh, gadis yang baik hati!"

Kutipan dialog yang ada di awal dan di akhir film animasi ini sangat besar gravitasinya, apalagi di akhir, saat diucapkan Totto-chan pada adik perempuannya yang masih bayi di dalam kereta menuju tempat pengungsian. Rasanya seperti penonton langsung diberi berkilo-kilo batu kali di dada (dan kerongkongan). Eh ga tau ya penonton lain, saya ga sempat tengok kanan kiri, karena sudah banjir air mata dan sibuk buang ingus, heuheu.

Sunday, October 15, 2023

mati, hilang, dan kehilangan

Hari ini salah satu kawan saya berpulang, setelah sekian bulan, tidak hanya ia tapi juga istri dan anak satu-satunya berjuang melawan sakitnya.


Saya mengenalnya dengan nama Kikio. Pertama bertemu dan kenal saat untuk pertama kalinya saya mencoba untuk bekerja sambil kuliah di Bandung, saat itu tahun 2005/2006 seingat saya. Radio Prambors baru saja melebarkan sayapnya untuk membuka studio siaran lokal di berbagai kota selain Jakarta, unit, sebutannya. Jaman SD SMP, Radio Prambors termasuk radio yang selalu saya dengar sama Mba Tuk, ART di rumah yang seumuran dengan saya. Kami juga suka coba-coba telfon untuk request lagu, yang nyoba nelfonnya udah ngandelin muscle memory jemari, karena begitu nada sibuk, harus refleks tekan tombol pemutus dan cepat-cepat memencet nomor radio. Telfon rumah saya belum ada tombol redial kala itu. Penyiarnya Fla, inget betul saya. Saat itu rasanya saya masih SMP. Fla termasuk inspirasi awal yang memotivasi saya untuk bisa fluent berbahasa Inggris. Memori saat SMA beda lagi, karena kemudian ingatan saya akan Radio Prambors di kala itu lekat dengan sponsor pensi, hingar bingar dinamika band indie, dan Katakan Cinta (Halo Mba Vena!). Saat beranjak kuliah, ingatannya berbeda lagi, kala itu saya lebih tertarik dengan siaran pagi yang selalu menghibur (karena ada waktu untuk mendengarkan diatas jam 7 juga, haha), ada Dagienkz dan Desta. Walau sesaat setelahnya saya pindah ke Bandung. Jadi waktu dapat tawaran kesempatan bekerja di Prambors saya ga pikir dua kali. Baru kepilih jadi ketua himpunan jurusan saya lepas. Kegiatan fasilitator aktivitas kreatif anak-anak, yang saya suuuka banget, saya lepas. Tujuan saya jelas, saya mau kerja di Prambors, whatever it takes. Kuliah bisa sambil, haha kebalik.

Ingat betul saat itu pertama kali saya diminta ke kantor Prambors Bandung, di Hotel Preanger. Sambil bawa printed cv, ga kebayang orang-orang yang ada di dalamnya seperti apa, siapa, ga kenal siapa-siapa juga, saya masuk dan menemui seseorang yang duduk di depan meja (dan komputer PC-nya) yang terbuka, bukan di dalam ruangan khusus, di depan studio siaran. Saya celingak-celinguk awkward, disambutnya dengan pertanyaan, 

"Cari siapa?"
"Euh..ini ada janji temu.."
"Oh, calon produser yang baru ya? Sebentar ya.."

Saya duduk di kursi depan mejanya, Ia berlalu ke ruangan di sebelah, ruangan Mas Willy, Program Director Prambors Bandung yang dicomot dari Semarang, pada masanya. 

"Ditunggu ya, nanti masuk aja kesana", ujarnya saat kembali dari ruangan sebelah.

Setelah itu saya tidak ingat detail pasti apa yang terjadi, saya hanya ingat deal gaji bulanan diluar tunjangan ini itu, yang saya tidak ambil pikir juga jumlahnya, bukan karena nominalnya, tapi karena saya memang ingin bekerja, belajar, memulai dan menjadi bagian dari tim yang membangun Prambors Bandung. Hari pertama masuk kerja saya bertemu Ia lagi, setelah itu saya tau, Ia memperkenalkan diri dengan nama Kikio. Kikio mengenalkan saya ke setiap penyiar Prambors dan operator saat itu. Dari yang standby dari malam sampai subuh untuk relay siaran Desta Dagienkz (ini pada masanya emang gini nulisnya, haha, iya saya juga asa euhh..nahaa. Namanya Ari, dulu ada Ari Tulang, karena dia kebalikan dari "tulang" makanya dipanggilnya jadi Daging. At least itu informasi yang saya dapat haha), penyiar-penyiar jam 10, penyiar prime time sore, penyiar malam. Ada Alax, Laras, Mba Ayu, Sandra, Shindu, Yas, dan Joy. Luthfy saat itu sudah lebih dulu kenal karena sempat bertemu saat Ia mengajar di DJ Ari. Saat itu Ia masih jadi penyiar 99ners. Rasanya Luthfy juga yang merekomendasikan saya masuk Prambors. Dari lini operator ada Sahrul, Ridho, Rezda. Ga cuma itu, Kikio yang ngenalin sama anak-anak (ya waktu itu bukan anak2 juga sih..mereka lebih senior dari kita2 yang di prambors ya hahahaha) Female dan Delta. Ga hanya penyiar tapi juga operator, tim sales, tim produksi, tim teknis, tim support, FO sampe "bos-bos" di sana, haha. Waktu itu masih ada Oom Leo (Pak Leo) yang katanya tim yang diposisikan sementara di Bandung dari Jakarta. Sampe sekarang saya ga tau kenapa tapi Pak Leo ini lumayan sering diledekin dan dijadikan bulan-bulanan, haha, cuma denger aja, ikutan ketawa, tapi ga ikut paham konteksnya. Seringnya mereka pakai bahasa Sunda, terutama sama penyiar-penyiar sore. Saat itu saya belum terlalu akrab dengan bahasa Sunda.

Semenjak ada saya, Kikio jadi bisa lebih fokus sama produksi siaran. Tugas copy writing iklan, VO (Voice Over), hampir semua dialihkan ke saya. Dikasih template word dan brief, saya bikin, acc Kikio. Kalo Kikio acc saya lanjut kirim ke tim produksi, cari talent VO, booking talent VO, dan directing pas take VO. Semuanya ngikutin arahan Kikio di awal. Saya merasa semangat dan senang dengan pekerjaan ini karena saya diijinkan, bahkan diapresiasi, untuk mengeluarkan ide-ide yang mungkin aneh, haha. Biasanya ditanggapi dengan, "Apaan sih?", sekarang, "Ok, lucu, cobain aja!" Ga lama tanggung jawab saya nambah, providing topik untuk penyiar, terutama penyiar di saat Kikio belum sampai kantor, juga directing penyiar kapanpun dibutuhkan. Waktu itu Kikio fokus sama acara prime time unit, penyiarnya Shindu sama Yas. Jadi hampir sisa kerjaan lain saya yang back up dengan senang hati. Saya belajar banyak banget. Ga cuma ilmu teknis, tapi juga bahasa Sunda, politik dan dinamika pergaulan dan skena Bandung. Kikio juga membawa Shindu dan Yas saat itu secara ga langsung jadi mentor saya. Mungkin karena Kikio "bertanggung jawab" mendidik saya, membuat Shindu dan Yas juga merasa perlu membekali, ngasih tau, dan nasehatin saya tentang semua-semuanya, haha.

Saya inget banget, pernah ada masanya, saat itu saya baru putus cinta, dan satu-satunya lagu yang saya mau dengar adalah lagunya John Mayer yang Heart of Life. Tiap saya ada di kantor lagu itu pasti saya sisipkan ke playlist siaran. Shindu protes waktu itu, "INI PASTI SI KIWIL NIH!" hahahahahha, tapi Kikio ga protes. Kikio (maupun Shindu dan Yas) saat itu ga pernah jadi sosok yang "temen curhat" menye-menye. Kikio cuma banyak nanya, terus (mungkin) kalo cerita saya terlalu "NAON SIH MANEH GITU DOANG" dia cuma nyengir dan mendengus, sambil matanya lekat di layar komputer. Abis itu dia ngasih kerjaan, atau ngasih referensi, atau pulang kerja ngajak makan bareng Shindu Yas. Paling sering nyengir dan mendengus aja sih. Khas-nya Kikio di mata saya. Tapi dia selalu nanya update. Shindu sama Yas juga semodel sama Kikio. Tapi saya ga feel offended atau diremehkan, kebalikannya, walau ga gitu ditanggepin menye-menyenya, saya selalu merasa ditemenin. WALAU SERING JUGA saya nangis gara2 mereka hahahahaha, biasanya karena ngasih tau kalo kerjaan saya kurang bagus tanpa tedeng aling-aling, hahahaha. Hih gemess! Biasanya saya kalo menye-menye sama penyiar-penyiar pagi yang seumuran, haha, sama Laras atau sama Teh Reina, dulu sempat ada Teh Reina, senior saya yang KP di Prambors. Kalo udah malem dan menye-menye, biasanya tim operator yang jadi teman saya, haha, aduh malu kalo inget, maaf yaaaa Rezda, Ridho, Sahrul! Waktu Luthfy sudah menjabat jadi PD, sering juga saat itu saya "curhat" sama Luthfy, tapi konteksnya lebih ke...dia perlu memastikan performa saya ga kendor, absen ga banyak, dll, hahahha. Tapi mereka semua adalah "Kakak" buat saya dengan segala mines dan ples-nya. Dan pintunya Kikio. 

2006

Ga lama saya kerja bareng Kikio di Prambors Bandung, mungkin setahun-an. Sesaat setelah acara gagasannya, Rock Comedy Attack (RCA) di approve dan mengudara, Kikio undur dari Prambors Bandung, menitipkan juga Yas dan Ucay penyiar RCA-nya. Saya lupa saat itu Ia meneruskan bertualang kemana. Yang saya ingat adalah tanggung jawab-tanggung jawab yang perlu saya emban selepasnya Kikio ga di Prambors. Semua acara kontan jadi tanggung jawab saya, sejalan dengan script iklan, VO, belum lagi kalau ada liputan keluar dan event-event siaran di luar. Saat itu saya sibuk menerapkan jurus-jurus yang sudah Kikio ajarkan sebelumnya. Ga sempurna, ingat betul saya pernah diajak ngobrol one on one sama Shindu karena menurutnya saya kurang "berisi", disuruh baca koran, baca artikel tuh kompas dot kom, jangan baca artikel majalah aja. Berita tuh lokal juga di angkat, tujuan kita tuh mencerdaskan juga, raising awareness, jangan fun-fun aja, sesekali ada artikel berita yang ga selalu berkaitan sama musik atau fashion. HAHA, abis. Belum selesai, pernah juga di pelototin dan di hardik Shindu gara-gara pas waktu gantiin Yas jadi tandem pas Yas ga bisa siaran, saya ngomong "mcd bau kapitalis" hahahahahhahaha. INGET BANGET itu volume mic saya langsung diturunin, dia melotot, tapi sambil ngalihin pembicaraan bridging ke lagu. Abis saya dimarahin. Kayanya abis itu dilaporin ke Kikio, haha, kalo ga Shindu yang cerita ya saya yang cerita sih. Soalnya tiap Kikio main ke studio semua ngeriung dan cerita ini itu selewat.

Rasanya memory saya banyak yang di-compress, di-zip, ga banyak yang saya ingat setelah-setelahnya. Apalagi setelah itu Prambors pindah kantor, tim kami berkembang, ada Eeto yang menggantikan Kikio mengisi peran produser. Berdatangan juga penyiar-penyiar baru. Ga lama saya juga memutuskan keluar. Prambors sudah tidak membuat saya excited lagi. Setelah itu pertemuan-pertemuan dengan Kikio bisa dihitung jari, baik yang kebetulan maupun janjian. Waktu Kikio menikah, lalu waktu saya mau menikah, ketemuan di Potluck yang baru pindah ke Wahid Hasyim saat itu, dan Kikio sedang menjadi bagian dari Potluck. Kikio sempat memberikan wejangan tentang kehidupan pasca menikah. Setelah itu ga pernah ketemu lagi yang janjian. beberapa kali ga sengaja ketemu di Gambir, Kikio sudah bekerja di Agency, saya sudah di Labtek Indie. Pertemuan kami juga singkat jelas padat, update karier, sedikit Kikio cerita juga sedang menjaga Ayahnya yang sakit di Jakarta, itulah sebabnya sering jumpa di Gambir juga. Sempat sekali ambil foto, wefie. 

2019

Sampai terakhir banget ketemu tahun lalu, 19 September 2022. Waktu itu emang janjian, sekalian ajak Fani yang baru pulang sekolah dari US, ketemuan di Kozi DU. Ga foto, selain karena belum mandi, karena juga mikir buat apa, hehe. Tapi Kikio merekam saya dan Fani yang lagi ngobrol, candid. Waktu itu ketemu Kikio badannya mengurus, tapi itu (saya pikir) karena sedang giat bersepeda. Dari rumah di Buah Batu ke kantor yang di Raden Patah pulang pergi naik sepeda. Lepas 19 September sempat beberapa kali janjian jumpa tapi ga kejadian. Ada aja, dari yang kaki saya retak, sambung positif covid, pas sembuh Kikio yang padet submit beberapa pitch, lalu notifikasi whatsapp percakapan kami senyap. 

Sampai Juni tahun ini kembali saya kontak Kikio. Lihat postingan Yas, Kikio masuk borromeus, saya tanya, "Sakit apa Ki?" karena bulan November terakhir kontak Ia bilang sehat. Kikio cerita sejak maret terdiagnosa Sirosis Hati, dan saat itu asites-nya kambuh, penumpukan cairan di perut. 16 Juni itu jadi whatsappan terakhir saya sama Kikio. Bertemu lagi minggu lalu, saya, Sahrul dan Sonson menyempatkan menjenguknya di RSHS. Beberapa kali lihat fotonya di instagram, saya pikir saya siap ketemu Kikio dengan sosoknya yang berubah. Ternyata masih pilu juga lihatnya. Kikio ga berubah masih iseng aja, ngomentarin Sonson dan Sahrul. Jus melon tanpa es dan minim gula yang kami bawa diminum habis. Tapi saat itu Kikio bilang ke saya, dengan ucapan yang sepatah-dua patah kata, lirih, "Gw teh capek..gw capek. gw mikir, ini teh ujungnya apa sih". Kikio juga cerita belanja online, beli kokakola, cuma buat diliatin aja. Sedih banget. Cerita juga kapan tau makan yamin, mie-nya aja, katanya, "Enaaaaaaaak banget! Sumpah enak banget!"

Sepanjang waktu kami mematung, mengajak bicara, mendengarkan. Berusaha untuk bersikap biasa dan tertawa. Tapi kami pilu. Sekitar pukul 12 lewat kami pamit. "Nuhuun pisan!", kata Kikio. "Yooo..sing enggal damang ya Kii!" 

Mendapat kabar pagi ini saat tadi bangun tidur cukup mengaduk-aduk. Saya ga tau how to process. Yang terlintas di benak saya Teh Mira istrinya Kikio dan Cika anaknya. Ada rasa sesuatu, tapi kurang kenal itu rasa apa ya. Kebetulan pagi ini ada janji, jadi dapat kesempatan diam sendirian tanpa banyak mikir, karena cuma lihat jalanan. Ga bisa ke rumah Kikio buat melepas jenazah, saya mikir. Juga mencerna, perasaan yang hinggap. Pagi tadi juga ditelfon Ibu, memperbarui kabar Bapak yang kondisi kesehatannya juga sudah tidak prima, dengan segala dinamika komunikasi di rumah. Saya tidak paham rasa yang hinggap. Saya jadi ingat wawancara Keanu Reeves. 


"What do you think happened when we die, Keanu Reeves?"
".......fuuhhhh...I know that the one who loves us will miss us."

Ini bukan lagi persoalan mereka yang meninggalkan, mereka sudah selesai, tapi yang ditinggalkan. Rasa yang hinggap, saya pikir, ini bukan lagi tentang Kikio. Tapi perasaan-perasaan mereka yang pernah bersinggungan dengan Kikio, dan fitrah manusia yang mudah berempati. Buat saya, yang membuat perasaan entah apa rasanya, mungkin karena memikirkan Teh Mira dan Cika. 

Saya belajar dari Kikio. Saya belajar untuk menikmati segala sesuatu selama bisa. Saya belajar bahwa semua yang saya terima ini nikmat, ia bisa diambil kapan saja. Saya juga diingatkan bahwa semuanya hanya sementara, cuma soal-soal yang perlu kita sense dan responds. Dan walaupun makhluk yang disebut manusia ini punya perasaan, tapi perasaan bukan segalanya, bukan semuanya. Dan kita hanya sebagian kecil dari seluruh cerita. Karena hanya kecil dan sesaat itu, setiap detiknya harus dinikmati dan diperjuangkan yang terbaik. 

Hmm..gw masih suka marah-marah dan ga sabaran sih Ki, apalagi kalo udah tertekan di dalam pressure cooker kehidupan. Termasuk ga sabar experiencing life process itself. But i will die trying and resist those tempatation to surrender to the default of so-called auto-pilot lyfe.

Semoga amal ibadah Kikio diterima di sisi-Nya. 
Semoga Teh Mira dan Cika selalu dalam lindungan-Nya, dimudahkan segala usahanya, dan diberi kelancaran dalam segala niat baiknya. Aamiin.

Thursday, January 19, 2012

tidak cuma cuma

alkisah seorang dalang berujar,
"tidak akan ada yang gratis di dunia ini..selalu ada harga untuk apapun..apapun yang ada di dunia ini."


di suatu sore sang dalang hendak menggelar pertunjukan wayangnya. 
layar dijembar, kelir menyala.
tiba-tiba mendung membendung.
sang dalang mengangkat tangannya, menghadap ia pada awan kelabu yang mengendap, katanya, "kalau pertunjukkan ini buruk adanya bagi siapapun yang menonton, maka turunkanlah hujan sederas-derasnya, sebaliknya, jika pertunjukan wayang ini bermanfaat bagi siapa yang akan menontonnya, maka pergilah jauh awan jenuh! jangan kau turunkan hujan disini!"
sejurus kemudian, mengerti bagaikan kawan, sang awan menjauh ke tepian.


sakti memang sang dalang, begitu pikir orang-orang yang memandang.
pertunjukan berjalan lancar, hujan pun urung turun gencar.


yang tidak mereka tau, setelah pertunjukan tutup kelambu, penonton pulang satu-satu, sang dalang menyeberang sungai naik perahu.
setengah jalan, mendung menyusul perlahan.
tidak tanggung-tanggung, awan menghantarkan kelabu yang paling mendung.
sang dalang dipanggil, oleh awan mendung yang menggigil.
sang dalang menjawab, keluar geladak yang lembab.
diguyur hujan deras dadanya telanjang, berkata ia mewejang,


"tidak ada yang cuma-cuma di dunia ini..selalu ada harga untuk apapun. bahkan di alam semesta ini..terlebih hukum alam. tidak ada yang cuma-cuma..semua ada harga..."


sang dalang berperahu pulang, diantar hujan deras dan panjang.


"tidak ada yang cuma-cuma..semua ada harga.."


mewejang mulutnya, berkawan ia pada hukum alam semesta.

Saturday, December 17, 2011

blabbering: alam semesta dan bahasa

jika seorang manusia bisa memahami alam semesta dengan sempurna, maka ia akan kehilangan kebisaannya untuk berbahasa dan berkomunikasi. karena pemahaman sempurna beyond communication. seperti bayi yang baru lahir.
tapi dengan begitu mereka kehilangan kemampuannya untuk berkomunikasi dan menghambatnya untuk melakukan sesuatu dengan cepat.
melakukan sesuatu, akah lebih cepat jika bisa dikerjakan bersama..therefore..society.
society dibutuhkan makhluk hidup. sebagaimana dogma yang ditanamkan di perkuliahan mahasiswa komunikasi dimana-mana; manusia adalah makhluk sosial. karena manusia butuh bersosialisasi. karena manusia tidak bisa TIDAK berkomunikasi.

jadi..dalam perkembangannya, manusia yang baru lahir ini mengeliminasi pemahamannya akan alam semesta dan belajar berbahasa. belajar berkomunikasi.
karena bahasa menyederhanakan banyak hal, tapi bisa mempercepat pencapaian manusia di bumi.

mungkin, jaman dulu, orang orang purba yang blum bisa berbahasa dikalahkan oleh bangsa yunani yang sudah lebih dulu menemukan metode penyebaran informasi dengan lebih cepat: tulisan.

maka untuk bisa menyamai percepatan para manusia yunani itu, mereka belajar untuk mengejar. belajar berbudaya. menyepakati banyak hal bersama: menjadi bahasa.

mereka jadi lebih bisa berkomunikasi dengan capat.

maka tujuan mereka dari "sekedar hidup" di dunia berubah menjadi "ingin mengalahkan" lalu berkembang menjadi "ingin menguasai"

dan meme primitif itulah yang terus berkembang dan hidup.
past through generations.

Friday, December 16, 2011

the grand design

Quantum theories can be formulated in many different ways, but what is probably the most intuitive description was given by Richard Feynman, a colorful character who worked at the California Institute of Technology... According to Feynman, a system has not just one history but every possible history, as we seek our answers, we will explainFeynman's approach in detail, and employ it to explore the idea that the universe itself has no single history, nor even an independent existence. that seems like a radical idea, even to many physicists. indeed, like many notions in today's science, it appears to violate common sense. but common sense is based upon everyday experience, not upon the universe as it is revealed through the marvels of technologies such as those that allow us to gaze deep into the atom or back to the early universe.

p.16, 17
Hawking, Stephen. Leonard Mlodinow. 2010. The Grand Design. New York: Bantam Books.

Thursday, December 15, 2011

Riset Indie


we each exist for but a short time, and in that time explore but a small part of the whole universe. but humans are a curious species. we wonder, we seek answers. living in this vast world that is by turns kind and cruel, and gazing at the immense heavens above, people have always asked a multitude questions: How can we understand the world in which we find ourselves?

-The Grand Design, Stephen Hawking

Friday, December 9, 2011

recipes

resep cepat!
sudah beberapa hari belakangan ini makan saya sembarangan. bukan masalah di sembarang tempat, bukan..tapi komposisinya bener bener ngawur. ha ha.
jadi..semenjak sekarang-sekarang ini baru akan latihan jam 2 siang, dan saya tinggal di rumah yang dapur nya sungguh memadai, saya sempat masak memasak dulu :D

dan terimakasih untuk Nia dan Elea, yang menginspirasi saya untuk memasak makanan yang (mudah-mudahan..sepertinya..cukup) sehat ini :D

komposisi:
brokoli dan kentang, direbus terlebih dahulu sampai kadar kematangan yang disukai. oia! saya juga menambahkan telur yang diacak-acak :]

bumbu: margarin, garam, lada, gula, dan...JINTEN sodara sodaraaaa! saya suka sekali rasa jinten!

setelah selesai merebus, tiriskan, lalu tumis bawang putih dengan margarin sampai wangi. lalu acak-acak telurnya.

setelah telur cukup matang supaya tidak amis, baru deh, masukan rebusan tadi untuk ditumis sejenak. tambahkan bumbu-bumbu: garam gula, lada, margarin lagi, dan jinten :D
jadi deh!
dan lezaaattt..slurpp! :D

selamat makan, Indonesia! dan mentari Jogja yang terik hari ini!

belum selesai! izinkan saya membagi resep baru yang belum tapi akan (dan mungkin..ya mungkin..) saya coba :D

bumbu BROWN SOUCE:
butter di panaskan sampai leleh dan kecoklatan, lalu ditambah susu sambil terus diaduk.
lalu tambahkan sedikit maizena untuk kekentalan.

kalau sudah jadi, ini untuk penambah rasa kentang rebus.

markicob kapkap!

:D

Wednesday, November 16, 2011

another shots

shot selanjutnya:

"Elea"
light meter full darken, jam 2 siang hari, indoor, no flash.

tadinya saya berniat mencari formula supaya garis-garis dalam foto bisa lebih jelas, jadi saya pikir kalau cahaya nya medium dan saya full darken bisa lebih tegas. ternyata hasilnya memang lebih gelap, tapi tidak merubah apapun pada kontrasnya. jadi sedikit under exposure.

mungkin..ini karakter film nya memang tidak bisa dibikin seperti itu.
saya harus ikhlas menerima karakter film px600 silver shade uv+ ini.
sepertinya kalau saya ingin menciptakan gambar seperti apa yang ada di imajinasi saya, bukan pake film ini, dan kamera nya kayanya lebih cihuy kalo pake sx70.

oia, Elea adalah seorang gadis kecil berusia hampir 2 tahun yang tinggal di rumah tempat saya tinggal sekarang :] gadis cilik ini manis dan lucu sekali :]

"Payung Teduh"
light meter middle, jam 2 outdoor terik sekali, no flash.

seharian kemarin saya mendengarkan lagu-lagu Payung Teduh sambil mengerjakan PR saya untuk mempelajari Indonesia masa-masa pasca 65.
sambil saya menelusuri salah satu lirik lagu nya yang bagus sekali berjudul "Kita Adalah Sisa-sisa Keikhlasan yang Tak Diikhlaskan"
lirik lagu itu entah kenapa terasa pas sekali dengan apa yang berusaha saya coba pahami.

jadi saya mengambil payung, lalu memotret di bawah terik matahari yang hampir sore.

Gie

tugas tugas pertama kami di papermoon, dalam rangka pemanasan, adalah riset.
dan kemarin, kami menonton 2 film, salah satunya adalah film Soe Hok Gie (Riri Riza,  Miles production, 2005)

di tahun 2005 itu, saat film Gie baru keluar saya juga langsung menontonnya di bioskop..tapi..rasanya beda waktu kemarin saya menonton film itu lagi.
waktu tahun 2005 itu, setelah arus masif publikasi film Gie, langsung trendi semua yang berhubungan dengan Soe Hok Gie dan pola tingkah laku nya, jika dikira-kira.
saya ingat sepulang saya ke bandung (taun segitu saya masih sering pulang Jakarta), saya jadi semakin skeptis kalau lihat mahasiswa demo. langsung gak respect seketika. berlebihan si memang, soalnya saya juga ga nanya latar belakang sekumpulan mahasiswa itu melakukan demo, tapi saat itu, setelah menonton film Gie, lalu melihat mahasiswa demo, rasanya jadi seperti melihat sekelompok poser.
overrated.
apa yang mereka lawan? siapa? kenapa? lalu apakah mereka yang memprotes datang dengan solusi? tidak kan? mereka hanya berteriak. bergunakah itu? didengarkah mereka?
saya bahkan sempat menulis, 
"maha-siswa. paling siswa diantara semua siswa. ya harusnya berjuangnya ga teriak-teriak di pelataran dong. udah ga musim kalee..kaya didenger aja. yang di protes juga mungkin sudah kebas diteriaki. berjuang paling benar adalah dengan mengenal diri sendiri, jadilah sehebat yang kamu bisa, maju dan protes mereka dengan sebuah solusi lengkap dengan paket kesediaan untuk mewujudkan ajuan solusi!"
entah kenapa, panas sekali melihat mahasiswa-mahasiswa yang bukannya rajin menuntut ilmu dan mencoba mengenal diri sendiri, malah teriak-teriak demi (mereka pikir) perubahan.

tapi menonton film Gie semalam, membuat saya banyak berpikir lain.
lebih berpikir tentang Gie pada masanya.

Gie, begitu idealis. sedari kecil ia terkontaminasi oleh paparan pemikir-pemikir hebat. dan prakteknya, keadaan pada masa itu memang banyak yang bisa diprotes.
saya jadi berpikir, wajar jika Gie cepat langsung melesat menjadi tokoh yang dikenal cerdas dan tajam, karena ia memiliki berbagai kombinasi yang tepat.
wawasan idealis yang didapatnya dari membaca,
keadaan yang memang membutuhkan banyak protes,
keberanian untuk mengungkapkan apa yang ada di pikirannya.
basically, dia tau seharusnya pemerintahan itu berjalan seperti apa, idealnya.

melihat, menonton film Soe Hok Gie dari perspektif saya sekarang, dengan pengalaman-pengalaman keseharian saya sampai sekarang, timbul rasa yang berbeda dengan waktu 2005 dulu.

Gie, begitu idealis. and bless him, he got the chance and spec to be idealist. 
dia hidup di zaman yang tepat, dengan kombinasi kepribadian yang tepat; gemar membaca, berani, dan cerdas.

dan ia menjadi berarti karena keadaan membutuhkan pemuda seperti dirinya, saat itu. mereka memiliki musuh bersama yang jelas terlihat. kebodohan masih mayoritas, kemiskinan terasa betul kehadirannya dimanamana, kaum tua dan papa terpajang jelas didepan mata.
musuh bersama, is another keyword.
musuh bersama mempermudah sebuah perjuangan.

lalu saya merefleksikan dengan keadaan hari ini, sekarang.
ya banyak yang salah memang, saya tau. seperti ribuan pemuda lainnya di sekitar saya tau ada yang salah dengan sesuatu.
keluhan, punya tentunya.
tapi..kami saat ini tidak punya musuh bersama.
apa yang kami lawan? kebodohan? kemiskinan? korupsi? kelaparan?
semua itu ada, nyata masih terjadi di Indonesia. 
tapi dimana?
menyempil diantara himpitan-himpitan urbanisasi dan pertumbuhan kota-kota yang menyemir permukaan sehingga terlihat mengkilat.
kemiskinan? coba main ke mall-mall di jakarta; apa iya rakyat Indonesia miskin? coba googling gaji orang-orang pemerintahan, apa iya, Indonesia miskin?

di akhir-akhir film Gie terlihat resah, gundah.
ia limbung..apakah yang ia perjuangkan selama ini benar? melihat setelah adanya secercah perubahan, toh ternyata tidak juga membawa perbaikan, alih alih, ia membaca kemerosotan yang akan semakin bertambah. instingnya, gabungan pembacaan situasi sekaligus anilisis yang sangat cepat, berkata bahwa ini tidak akan kemanamana. kebobrokan itu masih mengintai dan belum pergi.
ia tau bagaimana seharusnya sebuah pemerintahan berjalan, bagaimana masyarakat seharusnya bersikap. ia tidak memihak siapapun, jika saat itu yang dilihat hanya keberpihakan semata.

ia tidak memihak siapapun.

karena tidak satu pihak pun datang satu paket.
tidak satupun datang sebagai wakil kebenaran dan idealisme.

ia memihak pada sistem yang seharusnya.

kemudian, di akhir film ia berkata,
"dilahirkan ke dunia adalah sebuah kesialan. berumur panjang lebih sial lagi. berbahagialah mereka yang mati muda.."
"hidup adalah ketiadaan, dan ketiadaan adalah hidup itu sendiri..semua kembali kepada ketiadaan..apalah arti hidup itu sendiri.."

dan tanpa merasakan hidup lebih lama lagi Gie mati muda.

dan idealisnya terhenti, otomatis.
maka ia selamanya muda, selamanya idealis.

tapi apakah itu lebih hebat dari menjalani hidup, menjadi tua, dan berjuang untuk selalu benar sampai tua?
berjuang hidup.

saya rasa tidak.

saya malah jadi berpikir, 
Soe Hok Gie urik!

*urik: main curang; bahasa jawa

Thursday, September 22, 2011

yang terlewat, yang terlewat

i do lots of random things these days..
salah satunya yang saya buka lagi sore ini adalah link ini :D "ini" yang bisa di klik itu adalah video petualangan saya, Sahabat Kota, teman-teman Sahabat Kota saat kami mengadakan kegiatan liburan tanggal 26-30 Juni lalu.
saat itu, mempersiapkan acara serasa setengah menahan eek..setengah menyiksa maksudnya.. karena himpitan deadline kerjaan lain dan mengurus nikahan. di tengah-tengah persiapan itu juga saya dilamar. cukup menggila..layaknnya backstage panggung sebuah pensi SMA di jakarta.

yang mau saya bagi adalah..
menonton video itu lagi, ditengah situasi kegilaan saat ini: beresin kamar, banyak orang tidak dikenal lalu lalang, banyak sodara datang membantu dan mengomentari ini itu, kiriman-kiriman botol aqua dari bude bude yang mengharuskan saya meminumnya karena airnya sudah diberi doa, puasa mutih, makanan-makanan yang terlewat..yang terlewat..ughh..
eniwei..
menonton video itu lagi, ditengah situasi kegilaan saat ini: memilah milih foto, mengganti frame usang, mengakali kasur baru yang salah pesan, permintaan print-printan rundown acara, kekhawatiran terhadap kurang sigapnya Wedding Organizer, puasa mutih, makanan-makanan yang terlewat..yang terlewat..
...
hentikan mita.
ya ya.
intinya, melihat video itu lagi, membuat semangat saya naiiiikkk sekali.
seneng banget deh, melihat kembali keceriaan di wajah-wajah kecil sok tau dan sok jago itu. ha ha. tanpa sadar, saat disana saya pun terbawa! dan melihat video "ini" saja membuat saya yang lemas karena banyak makanan yang terlewat (STOP it, really!) kembali semangat! :D

Kisah Sahabat Kota..waktu proses membuat event nya sungguh berdarah,
*sebentar, baju midodareni saya datang...yak, kembali..*
Kisah Sahabat Kota..waktu proses membuat event nya sungguh berdarah, pas event nya banyak hal tak terduga dan beberapa kejadian membuat saya tidak puas karena tidak 100% sesuai keinginan tim acara.
setelahnya pun masih menyisakan lelah, walau kecewa nya terobati dengan itu..wajah-wajah tengil sok tau dan sok jago yang menyenangkan dan membakar semangat..ha ha.

tapi...yen tak pikir pikir (oskadon pancen oye), sebenarnya..saat itu adalah saat-saat yang sungguh membuat bahagia.
ya, hectic itu.
ya, debat-debat itu.
ya, dongkol itu.
karena setelah acaranya, ternyata baaanyak sekali hal dan kenangan tersisa.
dan yang nyata terasa: rindu.

saya rindu saat itu. bersama anak anak itu. bersama teman-teman.

dan video ini membuat saya berefleksi dengan keadan saat-saat ini.
lagi-lagi, saya tim dan ketua acara pernikahan ini. ha ha *snob grin*
hectic parrah.
dari kemaren bawaannya ga tenang karena tidur dengan segudang list to do esok harinya.
bolak balik venue memastikan tim venue dan dekor paham yang saya maksud *yang sejauh ini nilai mereka masih ENAM buat saya*
saya seperti orang ambeyen: tidak bisa duduk tenang.

blum lagi konflik konflik keluarga. tsk. -_________-

tapi..diluar itu..saat saya mencoba untuk relax..saya melihat hal-hal in-between.
keluarga itu..walau resek luar biasa, walau rempong setengah mati, walau kadang kamu cuma bisa bilang "iiihhh.." sambil menggeram kesal atas kelakuan atau kekhilafannya..
tapi..
nyatanya mereka memang selalu ada disana..buat kita..walau kadang masih disertai mimik menyebalkan khas "told ya"
but at least they're there.. companying u.. till the end, till no one's left.

"keluarga" memang lain lain sih..tidak bisa pukul sama rata..dan terimakasih ya Allah, Engkau beri aku keluarga yang ini :] sungguh, terimakasih ya Allah..

Monday, January 10, 2011

simbiosis mutualisme = romantis me

"tumbuhan lumut" adalah salah satu contoh Simbiosis Mutualisme yang bertahan ratusan jutaan tahun.
lumut, sebenarnya terdiri dari dua tumbuhan.
jamur dan alga hijau.
sekian lamanya mereka bersatu padu menjadi sebentuk lumut.
sehingga yang satu tidak akan bisa ada jika yang satu nya tiada.

dan bersama, mereka kemudian ada.

bersama, mereka kemudian bernama lumut.
dan lumut,
adalah tumbuhan perintis.
yang artinya, benda mati apapun yang tidak bisa ditumbuhi,
akan bisa menghidupi tumbuhan saat lumut sudah bermukim.

dan bersama mereka menciptakan kehidupan.

maka kesimpulannya:
saya adalah lumut.
bapak ibu saya adalah alga hijau dan jamur.

Monday, December 6, 2010

dan cerita pun berlalu

Seperti hal nya:

“sebuah kejahatan terjadi bukan hanya karena adanya niat dari si pelaku, tetapi juga karena adanya kesempatan! Waspadalah! Waspadalah!”

Sebuah pernyataan yang selama ini sangat saya amini.

Ternyata, begitupun sebuah keberhasilan.


Sudah lama saya tidak membagikan cerita-cerita saya pada tulisan, dan cerita pun berlalu.

Pentas Papermoon Puppet Theatre yang membuat saya extend untuk berbulan-bulan lagi setelah masa magang saya di LIP usai, selesai pula.

:]

Senang? Ya, Pastinya. Apalagi kerja keras selama ini membuahkan hasil.


Segala suka, duka, lelah, sedih, tawa, bekas-bekas memar terantuk kayu, kebodohan-kebodohan, debatan-debatan, nada tinggi, dan apapun itu lah, semuanya, terbayar sudah.


Pentas usai.

Tanggal 1, 2, dan 3 desember sudah lewat melerai.

Panggung itu sudah diusung kembali setelah meraja, selama kurang lebih 4 hari.

Para penonton menyuarakan apresiasi,

Para wartawan menuliskan laporan, menuntaskan yang mereka kaji.


Pementasan “Mwathirika” berhasil menyentuh banyak orang.

Alhamdulillah.

Membuat kami merasa apa yang kami kerjakan selama berbulan-bulan dan bukan tanpa pengorbanan ini, tidak sia-sia.


Saya sendiri secara pribadi merasa sangat bersyukur bisa ada di tengah-tengah Mwathirika ini.

Pun merasa sangat berterimakasih, sudah diberi kesempatan yang luar biasa besar ini untuk memainkan karakter Tupu.


Seperti hal nya:

“sebuah kejahatan terjadi bukan hanya karena adanya niat dari si pelaku, tetapi juga karena adanya kesempatan! Waspadalah! Waspadalah!”


Begitupun sebuah keberhasilan.


Terimakasih Papermoon Puppet Theatre,

Terimakasih Mba Ria, Mas Iwan,

Terimakasih teman-teman sesama pemain dan hampir pemain: Umi Wa, Mas Grewo, Beni, Mas Okto, Elga

Terimakasih Tim Produksi: Frau Aniek, Dek Yoyok

Terimakasih pembuat kreasi kostum: Teh Gea

Terimakasih stage manager: Mas Vindra

Terimakasih penata musik: Mas Yennu

Terimakasih penata video dan animasi: Mas Mamad

Terimakasih penata lampu: Mas Banjar, Mas Sugeng

Terimakasih fotografer handal: sejoli Teh Hera dan Mas Indra

Terimakasih adik-adik temannya Dek Yoyok: Wulang Sunu dan temannya


Terimakasih teman-teman yang sudah hadir, menonton dengan ikhlas,

Terimakasih energi yang sudah kalian berikan untuk pementasan ini dan percaya pada kami.


Terimakasih Seterhen Akbar yang menyalakan semangat saya :}


Terimakasih Tupu yang sudah “berbagi” dengan saya selama pementasan ini.


Terimakasih Ibu dan Bapak yang karena doa kalian saya punya kesempatan bertemu pengalaman hebat ini dalam persimpangan jalan hidup saya.


Semoga ke depan, saya akan berkesempatan bertemu pengalaman-pengalaman yang tidak kalah serunya :D tomato yeah!


*Lebih lengkap mengenai Mwathirika

Lebih lengkap tentang Papermoon Puppet Theatre

Lebih lengkap tentang Mba Ria

Friday, July 16, 2010

ternyata..

menjadi tukang corat coret pake pilox bukan hal yg mudah ya..maka dari itu,dengan ini secara pribadi saya memberikan penghargaan saya untuk para tukang corat coret tembok,kalian pasti punya telunjuk besi dan pergelangan engsel penuh oli,khaha!

Wednesday, May 26, 2010

Henri Cartier-Bresson: Indonésie, 1949

dalam rangka mempersiapkan 35 tahun LIP Yogyakarta,
saya menyortir acara-acara paling menarik yang melibatkan LIP,
selama era Jean Pascal Elbaz, direktur LIP terdahulu.

selama membuka-buka filing folder berisikan dokumentasi era 98-2002,
saya menemukan dokumentasi acara ini:

bulan foto:
Henri Cartier-Bresson: Indonésie, 1949
11 Juni - 2 Juli 2002
museum Sonobudoyo, Yogyakarta

dan foto yang dipamerkan kali itu adalah foto-foto Henri Cartier-Bresson
beliau adalah fotografer berdarah Perancis yang sering disebut-sebut sebagai bapak jurnalisme foto modern.
di pameran ini, karya-karyanya yang dipamerkan adalah karya fotografi kilasan perjalanan sejarah Indonesia tahun 1949 dan 1950 yang jarang ditemui.
seperti saya kutip dari Harian Kompas 13 Juni 2002,
"seorang fotografer selain harus membekali dengan keterampilan teknis dan keberanian di lapanganm juga harus berharap mendapat keberuntungan sejarah. Henri merupakan salah seorang fotografer langka yang mendapatkan semua itu.
"Dengan bekal semangat petualangan luar biasa, Henri selama tiga tahun meliputi Asia.
"Di Indonesia, tahun 1949 - 1950, ia memotret periode peralihan kemerdekaan Indonesia dengan ketajaman dan ketepatan pandangan seorang fotografer. Di dampingi Retna Mohini, istrinya yang berkebangsaan Indonesia, fotografer l'instant decisif (momentum yang tepat), sebutan yang ia sandang, menjelajahi negeri dari berbagai aspek historis, politik, artistik serta budaya Indoensia."

*intermezo*
"dibalik kehebatan seorang pria, selalu ada perempuan-perempuan hebat"
hoho, entah kenapa kutipan itu teringat lagi.
jadi ingat sedikit tentang kisah cinta mantan presiden kita, B.J. Habibie,
yang semanis gula jawa :]
*intermezo, selesai!*

menggoda sungguh menggoda.
am gonna need my pintukemanasaja.

ada satu foto yang menggugah sungguh,
tentu dengan keterangan foto yang secara instan menarik akal pikiran saya:


satu kompi gerilyawan PNI (Partai Nasional Indonesia) baru saja turun dari gunung untuk tinggal satu hari di kota. beberapa di antara mereka tidak bersepatu tapi bersenjata, yang lain bersepatu tapi tidak bersenjata. ketika saya berbicara dengan pemimpinnya, dia mengatakan bahwa dia siap melaksanakan apapun perintah atasannya. dia mengetahui perundingan yang sedang berlangsung di Den Haag dan dia ulangi lagi bahwa apapun keputusan dari atasannya akan dia turuti. dia katakan bahwa rakyat mendukung pergerakan mereka dan semua pergerakan kemerdekaan yang lain.
"kami adalah ikan", katanya, "dan rakyat adalah laut tempat kami bergerak".

Wednesday, May 19, 2010

4 T

titi
tata
teteg
tetes

*titi = meniti, menjabarkan, membreakdown apa yang mau diwujudkan.
tata = dibaca "toto". mulai menata, mengatur, apa yang diperlukan untuk mewujudkan asa.
teteg = 'e' dibaca seperti dalam membaca 'enau'. dirasakan, kemudian meyakini dan memantapkan hati.
tetes = sama, 'e' dibaca seperti dalam mengucap 'enau'. proses terakhir, ditetaskan, diwujudkan, dieksekusi.

:]

sari kusuma

saya sudah menemukan sanggar tempat saya akan belajar menari!
HO RE!
sanggarnya ada di Jalan Pujokusuman.
nama sanggarnya nDalem Pujokusuman.
Ibu yang mengajar saya menari bernama Ibu Sasmita Diah.

"Boleh, panggil Ibu Sas, boleh panggil Diah."
"kalo nama saya itu Sasmita, kalo Diah itu nama pemberian dari Sri Kanjeng"

Ibu Sas ini lucu, suka bercanda.
seperti kemarin saat kita sedang berlatih..

"Sudah bisa mba, tadi gerakan 1 gerakan 2?"
"euh..50% bu!"
"nah ayo diulang lagi, kita buat jadi 70 persen.."

lalu saya kembali mengulang gerakan 1 dan 2 sendiri. beliau mengamati.

"naaahh..nah..," sambil tersenyum sumringah, "wis meh.. (sudah mau/akan)," saya sudah berasumsi bahwa yang beliau maksud adalah "oke, bagus, sudah hampir bisa" saat kemudian ia menambahkan, "meh lali.. (mau/akan lupa)"
lalu ia tertawa..saya pun tertawa lepas..
"ngga, ngga mba, guyon. meh iso 90 persen..kalo yang 10 persen itu memang suka ga pasti.." sambil tersenyum jenaka.

rewind ke belakang lagi, tempo hari saat saya mendatangi beliau pertama kalinya untuk bertanya-tanya pasal jadwal latihan menari saya juga bertanya,
"berapa biayanya, Bu?"
lalu ia menjawab dengan wajah serius,
"yaa..asal sebulan bisa buat beli Avanza, atau Inova gitu lah mba.."

:]
lucu deh Ibu Sas ini.
yang jelas, beliau piawai menari.
pun berfilosofi.

di kelas pertama menari saya kemarin, beliau bercerita tentang filosofi menari.

"Bisa" menari itu bukan hanya sekedar hafal, tapi harus Wirogo, Wiromo, Wiroso. nah, apa itu?
pertama, Wirogo.
wirogo itu, raga, badan. artinya, untuk bisa menari bagus, harus tau teknisnya. tapi untuk bicara teknis, pertama tama kita harus hafal dulu gerakannya. biarkan badan mengingat gerakan demi gerakan dengan rinci.
lalu Wiromo.
kalau sudah hafal, dengan gerakannya, jangan lupa kalau kita menari itu juga dengan lagu. harus kita rasakan betul-betul itu, irama musik pengiringnya. gong itu artinya apa, kenong itu tandanya harus bergerak bagaimana, dan seterusnya. padukan gerakan dengan merasakan irama musik pengiringnya.
nah lalu kalau sudah Wirogo, wiromo, nah baru..Wiroso.
bagaimana kita menghayati terian tersebut. menjiwai lah setidaknya, kalau belum bisa menghayati. dengan bergerak mantap, sepenuh hati, sehingga bisa menyampaikan jiwa tarian itu terhadap penonton.
walau menari Jawa itu tanpa ekspresi.
ekspresi tari Jawa itu ada di dalam sini (sambil menyentuh dada), hanya bisa dirasakan, tidak perlu diperlihatkan.

dan pelajaran pertama saya adalah,
Tari Sari Kusuma.

Totto-chan: Sebuah Ulasan

Segera setelah adegan terakhir Totto-chan membuka pintu kereta yang masih berjalan sambil menggendong adik perempuannya yang masih bayi, lal...