Break minggu ini saya mengunjungi Nuha ke Ubud 😀
Akhir Juli kemarin sebetulnya saya juga ke Bali dengan sahabat-sahabat kuliah, dan ke Ubud juga, tapi dengan mindset dan companion yang berbeda, rasa sebuah perjalanan juga menjadi varian yang berbeda-beda.
Kali ini saya pergi ke Ubud dari Denpasar, yang jaraknya kurang lebih 19 kilometer. Kata Gmaps sekitar 70-80 menit naik mobil, 50 menit naik motor, dan 100-150 menit naik bus. Dan karena ada opsi naik Teman Bus, cencuuuuu aku pilih naik Bus..dengan hati yang sangat gembira hahaha! Saya suka banget naik transportasi publik yang terawat, bagus, dan sistematis (kalo berantakan, kotor, dan acak-acakan ga suka karena painful 🥲). Soalnya banyak interaksi yang bisa diamati, diresapi, dan banyak melewati tempat-tempat yang bisa dengan leluasa saya cermati, dan saya pikir-pikir (hahahahaha apaaaa lagi dipikir-pikir, emang oskadon, "yen tak pikir-pikir". Udah ahh).
Nuha bilang, dari tempat saya menginap, saya harus naik ojek dulu sekitar 7 menit, "Ke Halte Katrangan, Kak, nanti naik Bus K4B dari sana..". Baik. Pagi sekitar jam 10 lewat saya melaju dengan ojek ke halte bus Katrangan.
Turun dari ojek saya bingung, juga tukang ojek-nya, haha. Soalnya di titik maps emang ga ada tulisan Halte sih, dan itu pinggir jalan banget. Ternyata setelah celingak-celinguk ini "halte"-nya:
keliatan ga? coba kita zoom in ya.. |
Naaah, ini dia..serupa tempat pemberhentian bus aja ternyata..bus stop.. |
Setelah percaya diri kalau itu dia tujuan saya, akhirnya saya pun menyeberang jalan dan menunggu di balik tanda berhenti bus ini, menanti bus K4B yang kata Gmaps akan lewat setiap 7 menit.
Pemandangan dari tempat saya berdiri menunggu Bus K4B |
Pemandangan di belakang saya. Untung tempat pemberhentiannya di depan sebuah rumah yang gerbang depannya cukup tinggi, jadi ada bayangan buat neduh sambil nunggu. Terik juga jam 10an.. |
Sempat agak ragu juga, "Bus nya bakal lewat ga ya? kaya apa ya Bus nya?" eh kira-kira 4 menit kemudian saya melihat penampakan Bus K4B dari kejauhan. Menurut informasi staff hotel, pembayaran Bus bisa dengan uang elektronik atau QR, aman kalau begitu.
katanya sih, 1 jam 11 menit.. |
Seperti ini penampakan dalam Bus. Rapi, bersih, dan terawat. Pak Supir juga ramah dan tertib. Full AC. |
Begitu masuk, Pak Supir mempersilakan saya untuk membayar dengan QR, yang barcode-nya sudah terpajang di dashboard Bus, sambil Bus perlahan maju saya membayar dengan QR. Rp 4,400 saja, saya tinggal duduk nyaman. Di dalam hanya ada 3 penumpang lainnya, dua pribumi dan seorang perempuan asing yang membawa ransel carrier dan 2 tas kecil lainnya, sedang duduk sambil membaca buku traveling guide Bali. Itu cuma kelihatan sendal jepitnya saja, haha.
Jalan yang kami lewati, ini ada yang jual Ubi Cilembu, hahahahahaha. |
Kira-kira di pemberhentian Batubulan, naik tiga orang anak muda dan satu keluarga yang terdiri dari Ibu, Ayah, Anak perempuan balita, dan Nenek dari balita tersebut. Tidak lama di pemberhentian selanjutnya naiklah seorang perempuan paruh baya yang tampak seperti penjual kipas, Ia tampak membawa kotak dagangannya dan anak balitanya yang juga perempuan. Kira-kira 2 pemberhentian selanjutnya naiklah seorang perempuan yang tampak sudah berusia senja.
Saya mengamati saja setiap interaksi. Bagaimana sang balita yang naik bersama keluarganya cerewet sekali, tampak terus mengajak bicara si perempuan asing yang kini menutup bukunya dan berusaha ramah berinteraksi kembali, yang mana tak lama ia disembur bersin si anak. Dua kali. Hahahahahahaha, saya ketawa tapi kasihan juga. Untung dia ga lihat saya ketawa. Setelah itu si anak perempuan berusaha mengajak interaksi anak perempuan penjual kipas, tapi si anak perempuan penjual kipas ini lebih anteng, hanya duduk di pangkuan ibunya sambil memeluk, tidak lama saya perhatikan tampak Ia tertidur sementara si anak perempuan yang satunya masih sibuk berbicara dengan bahasanya sendiri. Saat sang ibu mengoper sampah pembungkus makanan ke sang ayah, perempuan berusia senja yang duduk dekat kotak tempat sampah sigap menawarkan tangannya untuk menerima sampah. Sang ayah sempat memberi gestur sungkan, tetapi sang perempuan berusia senja memberi gestur, "Sudah, ayo, sini, gapapa", dan akhirnya sampah dioper tanpa seorang pun harus berdiri.
Saya refleks tersenyum melihatnya. Pas banget, saya sedang sambil meneruskan membaca buku "Humankind", sampai pada chapter dimana Bregman membedah berbagai riset psikologi sosial yang selama ini menyimpulkan bahwa manusia itu egois dan buruk. Tapi setelah ditilik kembali ternyata simpulan-simpulan riset-riset tersebut sedikit dibelokkan dan tidak objektif. Walau sering terbersit di kepala saya, "Bregman tampak trying too hard untuk membuktikan bahwa manusia pada dasarnya baik..", tapi sungguh, saya ingin sekali mempercayai esai-esai Bregman dalam buku ini. Dan melihat interaksi di dalam transportasi publik yang ramah ini, sungguh menghangatkan hati saya, sehangat terik matahari dari luar yang menembus kaca Bus yang dingin pagi ini.
Di pemberhentian RS Ari Santhi, sang perempuan berusia senja turun. Oh akan ke Rumah Sakit rupanya..sang balita perempuan yang ceriwis tadi melemparkan sayonara yang dibalas sama meriah oleh sang perempuan berusia senja yang perlahan menuruni tangga Bus, keluar. Tiga orang muda-mudi yang naik berbarengan dengan keluarga kecil tadi juga sama ceriwisnya, duduk di depan saya. Lucu kalau menguping obrolan asik orang lain di dalam transportasi publik.
Tidak lama Bus sampai di wilayah Ubud. Satu-persatu para penumpang turun. Pertama sang perempuan asing, lalu muda-mudi tiga orang yang rencananya akan pulang naik transportasi online (lho kok saya tau, hahahahaha). Di Monkey Forest, keluarga kecil dengan anak perempuan ceriwis tadi turun, menyusul sang penjual kipas dengan anak perempuannya turun dekat Ubud Art Market, saya turun terakhir di pemberhentian akhir, Puri Ubud.
Ini pemandangan saat saya hendak turun, disana terlihat QR code untuk membayar di dashboard Bus, saat naik ga sempet saya foto. |
Bus Stop terakhir, Puri Ubud, tempat saya turun. |
Sesampainya di sana, Nuha sudah menunggu, setelah saya berjumpa dan melepas kangen, kami langsung menuju destinasi pertama: Eco Ego. Hehehehehe. Ini ceritanya waktu 2 minggu lalu kesini dengan sahabat-sahabat kuliah, sempet mampir dan saya naksir anting-anting di toko ini, tapi karena pulangnya buru-buru mengejar sunset di Seminyak, saya ga enak kalo berhenti dulu untuk transaksi beli anting. Jadi deh, baru sekarang kesampaian belinya :)
Setelah itu kami memutuskan cari tempat makan, karena selain sudah jam makan siang, kami perlu tempat yang enak buat ngobrol :) Pilihannya Seniman Coffee, Tropical Ants atau Little..Little apa ya, lupa, hahahahahaha. Akhirnya pilihan jatuh pada Tropical Ants, dan karena agak jauh dari Art Market Ubud, kami meutuskan naik Ojek. Yang lucu, begitu dapet Ojek, chat konfirmasi Abang Ojek saya adalah, "Wait". Dia bahkan ga pake template auto chat 🤣 keren banget!
wait |
Selama perjalanan, saya menjumpai Ibu-ibu pedagang yang outfitnya unik sekali. Kalau dilihat sekilas pattern-nya nabrak, tapi saya suka model rok-nya, saya juga suka kenyataan bahwa Si Ibu nabrakin pattern tapi dia PD-PD aja, haha. Kombo dengan kaos kaki walau alas kakinya sendal. KEREN BHUK!
Lalu karena agak macet dan cukup terik, saya sambil menghabiskan es krim magnum varian baru, rasa matcha, yang kami beli sesaat sebelum ojek kami sampai :)
Tidak lama kami sampai di Tropical Ants. Restoran kecil di samping sawah yang homy banget. Awalnya kami duduk menghadap sawah, rasanya seperti duduk depan layar lebar dengan resolusi super detail, padahal ini pemandangan sungguhan!
kaya gini nih, ngajeblak depan meja, depan mata! |
Menunya Tropical Ants, ada ceritanya :) |
Tapi ga lama saya memutuskan untuk pindah, karena mejanya rendah (dan anginnya ngagelebug). Saya perlu meja agak tinggi supaya kamera laptop saya agak eye-level karena perlu meeting 30 menit lagi 😅. I know, i know, pamaeh pisan..yea well..lyfe.. 🫠
mandatory wefie as evidence! katanya risercer tuh mesti evidence-based, please 🙃 |
Ngobrol sama Nuha menyenangkan, karena saya bisa cerita ngalor ngidul (setelah meeting), mudah-mudahan buat Nuha juga menyenangkan 😅. Saya menyimak cerita-cerita Nuha dengan pekerjaan barunya, riset-risetnya yang seru-seru, temuan-temuannya tantang sistem sosial dan kasta di masyarakat Bali, dampak kasta dan kesempatan serta pendidikan. Kami membahas soal benang merah intisari buku "Humankind" dan hasil diskusi saya dengan Saska soal "menjadi biasa aja", godaan untuk merasa menjadi "Si Paling", mudahnya kepleset jadi Social Justice Wadimor (hahahahahahhaha, istilah terakhir saya kutip dari story-nya Nuha yang bikin saya ngakak), white-ass previledge saviour mindset, bedanya empati dan simpati, sampai ideasi pekerjaan masa tua kalo mau pensiun dan pindah ke Bali (ehem, driver mobil online). Seneng banget bisa ngobrol santai sambil angin sepoi-sepoi yang makin sore makin ga santai..jadi ngegelebuk..hahahahha. Akhirnya jelang matahari mulai malu-malu, kami juga merencanakan untuk bubar. Seneng banget dapet obrolan, pemandangan sawah, dan waktu jeda yang boleh terasa (sedikit) santai.
Nuha kembali melakukan riset perjalanan ke bus stop mana kita bisa berhenti supaya saya bisa naik Bus K4B lagi. Beneran berasa diasuh ya, tinggal terima rute aja dari Dik Nuha 😌. Baik banget Nuha emang, udah mah ambil cuti buat ketemu saya, ditraktir makan, digambar, disuapin rute pula, hahahahaha. Tak lama kami memesan ojek dan menuju bus stop yang saya udah lupa lagi namanya hahahahaha. BLOG PERJALANAN MACAM APA INIH!
Ojek saya melewati belakang Mongkey Forest, sebelumnya ia masuk ke sebuah jalan yang di ujungnya ada lapangan kecil. Sore itu banyak sekali orang beraktifitas di lapangan tadi. Tua, muda, anak-anak. Seneng banget liatnya.
Sesaat sebelum ojek saya sampai di pemberhentian Bus |
*menulis sambil ditemani OST Spirited Away yang ceritanya tentang petualangan baru seorang anak perempuan. Petualangan dan perjalanan hardship yang di akhir petualangannya Chihiro (Sang Heroinne) menjadi pribadi yang baru dan bertumbuh. Sebuah animasi yang empowering dengan segala kesederhanaannya 🥲