Monday, November 2, 2009

Bandung Lautan Api

sedang sangat tertarik dengan sejarah Bandung Lautan Api.

sudah berusaha ditulis singkat dan tetap runut. tapi ternyata masih saja panjang, khaha.


"saya terbakar!"


selamat membaca :]


1918

Dari mulai tahun 1918, pemerintah Hindia Belanda sudah berencana untuk memindahkan Ibu Kota Hindia Belanda dari Batavia ke Bandung dengan berbagai kondisi yang dianggap lebih menguntungkan. Maka, sejak saat itulah berbagai infrastruktur kota dan komplek instansi pemerintahan dibangun di Bandung.


1930

Namun pembangunan komplek instansi pemerintahan ini terhenti pada tahun 1930 karena resesi ekonomi yang melanda Hindia Belanda.


1942

Pada 1942, Bandung yang sudah menjadi tempat pengungsian para petinggi Hindia Belanda dari Batavia di bom berkali-kali oleh tentara Jepang. Dan karena keadaan mendesak, akhirnya Belanda menyerah dalam perundingan di Kalijati, Subang, kepada Jepang.


1946

Empat tahun kemudian, Bandung kembali diperebutkan. Kali ini Inggris datang bersama dengan NICA. Meskipun kekuatan Jepang sudah melemah semenjak diproklamasikannya kemerdekaan, tetapi mereka masih tetap bertahan. Saat itu Jepang masih melarang penyebaran proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia ke seluruh dunia. Dengan perjuangan, akhirnya kantor berita di Jakarta bisa direbut oleh para pejuang kemerdekaan, kemudian mereka menyiasati keadaan dengan mengirimkan kawat ke Kantor Berita Domei di Bandung. Dengan kawat tersebut, berita proklamasi pun tersebar, dan kejadian ini semakin menyulut semangat para pemuda untuk mengambil alih berbagai instalasi penting yang masih dikuasai Jepang dan merebut senjata.

Dalam masa ini pulalah masyarakat Cina di Bandung membentuk AMT, Angkatan Muda Tionghoa, dan bekerjasama dengan para pemuda Bandung lainnya.

Pada awalnya tentara Inggris terlihat ingin membantu para pemuda, sampai akhirnya para pemuda menemukan bahwa Inggris juga datang bersama para petinggi Belanda.

Para pemuda tidak terima.

Mereka tidak rela Belanda kembali menduduki kota mereka, maka perlawanan pun kembali dicicil oleh para pemuda. Mereka terus mengganggu tentara Inggris, sampai akhirnya tentara Inggris mengeluarkan ultimatumnya yang pertama, disusul dengan ultimatum kedua, mengancam para pemuda, untuk segera meninggalkan Kota Bandung.

Dan datanglah laporan pertama yang diterima oleh Nasution menanggapi keadaan Bandung saat itu,


“Sesampainya di pos komando (markas komando, pen), kepala staf melaporkan bahwa ada kawat dari Yogya tanpa alamat si pengirim. Isi kawat tersebut adalah ‘Pertahankan setiap jengkal itu. Setiap jengkal daerah Republik sampai titik darah penghabisan.’” (A. H. Nasution, wawancara 1 Mei 1997)

-Saya Pilih Mengungsi: Pengorbanan rakyat Bandung untuk kedaulatan, 2000


Tentunya, pesan singkat yang “membakar” ini membuat Tentara Republik Indonesia terbagi menjadi dua kelompok.

Menuruti perintah atasan untuk mengosongkan Bandung karena keadaan tidak memadai untuk para pemuda disana tetap berjuang, atau tetap berjuang mempertahankan Kota Bandung.

Dan terjadilah ketegangan internal mengingat opsi kedua berarti melanggar aturan seorang tentara. Bagaimanapun seorang tentara harus menuruti perintah atasan. Beberapa anggota pasukan yang emosional pun meluapkan rasa gregetnya.


“Asal mulanya, cabut kita (sambil memperagakan pencabutan tanda pangkat di bahu, pen). Bertempurlah sebagai pemuda!” (Daeng Kosasih, wawancara 27 September 1997)

-Saya Pilih Mengungsi: Pengorbanan rakyat Bandung untuk kedaulatan, 2000


Setelah perdebatan sengit akhirnya dari berbagai opsi dipilihlah satu:


Bandung akan dibumihanguskan.


Bumi hangus Bandung direncanakan dimulai jam 24:00. Sejak jam 15:00, arus pengungsi mulai tampak.

Rencana peledakan pertama adalah jam 24:00 di gedung Indische Restaurant di sudut selatan alun-alun Bandung (gedung BRI). Namun peledakkan itu tidak berjalan sesuai rencana. Jam 20:00 akhirnya suara ledakan terdengar, diikuti gerakan-gerakan pembakaran massal. Ledakan susulan pun sahut menyahut. Sepanjang Pangeran Sumedangweg (Jalan Oto Iskandardinata) dan Jalan Raya Barat (Jalan Jenderal Sudirman) berhasil dibumihanguskan.


26 Maret 1946

Seorang wartawan muda harian “Suara Merdeka”, Atje Bastaman menyaksikan pemandangan pembakaran Bandung dan Bukit Gunung Leutik di sekitar Pameungpeuk, Dayeuh Kolot. Pemandangan yang juga dilihat oleh Nasution bersama Rukana, kepala polisi tentara, dari arah Ciparay.


“Jadi dengan ledakan itu, saya dengan Rukana naik ke atas, di tempat listrik. Melihat betul-betul dari Cimahi sampai Ujungberung sudah api semua itu.” (A. H. Nasution, wawancara 1 Mei 1997)

-Saya Pilih Mengungsi: Pengorbanan rakyat Bandung untuk kedaulatan, 2000



Sumber: Bandung Society for Heritage Conservation



No comments:

Post a Comment

mati, hilang, dan kehilangan

Hari ini salah satu kawan saya berpulang, setelah sekian bulan, tidak hanya ia tapi juga istri dan anak satu-satunya berjuang melawan sakitn...