Monday, July 25, 2022

18/28 Sebuah Presentasi Akhir (Part 2: Them o Crazy)

Lanjut ya..

I have to change to stay the same.
 
  
This photo taken by @nashalalalainthemorning before i edit it for the presentation.


Jadi sejak kunjungan pertama di tengah minggu kami site visit untuk uji coba metode pengumpulan data, pelajaran dilanjutkan dengan sesi-sesi kelas dengan materi pembelajaran lain seputar project-project thesis mahasiswa yang topiknya menarik-menarik banget. Juga cara mereka mempresentasikannya. Saya mencatat beberapa struktur riset dan presentasi yang mungkin bisa diduplikasi di Labtek Indie. Salah satunya adalah emphasizing pada clear structure on:

1. Problem
2. Research Questions
3. Evidence-based data
4. Evidence-based proposed solutions

Tentunya “evidence-based” means ide-ide proposed solution harus “membumi” melihat kenyataan di lapangan, dan kalau bisa melibatkan stakeholder di lapangan untuk ikut merancang atau sekedar sumbang ide. Pretty much the idea of the User-centered Design approach. Tentunya kalau di project-project riset di Labtek, kami sebagai researcher sebisa mungkin ga propose “solusi” di fase riset. Karena solusi di-generate dengan modul lain bersama product owner, supaya beban tanggung jawab dan ownership “solusi” tidak lekat di pundak researcher, alih-alih pada penaggung jawab pengembangan product; product owner. Tapi jadi ngeh banget pentingnya researcher ngasih hint yang TEPAT ke pihak product owner. Hint yang evidence-based.

Saya suka semua materi yang ada di Summer School! Tapi materi yang paling saya suka mostly terkait “Just Governance” atau tata kelola organisasi yang lebih adil/merata. Ada beberapa keyword yang saya catat untuk saya caritau lebih lanjut nanti, seperti polycentric governance dan urban resilience in justice.

There are two kind of justice, procedural justice and distributive justice. Dalam distributive justice, sustainability tidak hanya dilihat dari aspek bagaimana kita bisa menciptakan lingkungan layak hidup bagi semua di masa depan (Intergenerational justice), tapi juga mempertimbangkan intragenerational justice. Masuk akal sih, karena selama ini kalau saya mendengar sustainability, rasanya banyak yang bicara soal masa depan. Selalu tentang masa depan, kehidupan dan lingkungan bagi anak cucu kita (kita? Lu kali..). Tapi sering dilupakan, bagaimana kita bisa menciptakan sustainability bagi generasi mendatang jika generasi kita sendiri tidak hidup sustainably. Bagi saya pribadi, pemikiran ini memantik refleksi soal bagaimana isu sustainability berkembang di lingkaran saya. Seringnya orang bicara tentang sustainability di lingkaran yang memang sudah aware dengan isu ini. Yang berkumpul dia lagi, dia lagi. I must do things differently. It’s just a matter of how.

Topik Just Governance dan Just Transition kemudian sangat lekat dengan proses participatory user dalam pengambilan keputusan, which lead us to..democracy. Karena model tata kelola (governance) yang paling melibatkan semua atau partisipatif, distributive, maka asumsinya tidak akan ada yang “ditinggal” dalam sebuah kebijakan, adalah demokrasi. 

Menilik dari praktek demokrasi dan politik di Indonesia, hati saya kecut rasanya. Saya tidak punya kepercayaan pada praktek demokrasi di Indonesia. Apalagi pada praktek politiknya yang sama keruhnya dengan kali-kali Jakarta. Isinya pun sama dengan kali-kalinya.

Tapi ke-skeptis-an saya ini sesungguhnya memantik sesuatu. Sebetulnya, jika kita kesampingkan praktek politik yang sudah berjalan “memang seperti itu adanya”, dan menilik pada tata kelola adat istiadat di Indonesia, sebetulnya ada yang works kan. Hanya memang Indonesia sepertinya unique case, karena latar belakang budaya kita sangat beragam. Hampir ga mungkin rasanya mengeneralisir satu cara untuk semua. Saya jadi teringat buku “Catatan Perjalanan tentang Satu Bahasa”-nya Nurhady Sirimorok. Ahh, buku ini harusnya jadi buku bacaan wajib semua politisi di Indonesia. Dan juga semua mahasiswa penerima beasiswa yang belajar di luar negeri dan berencana kembali ke Indonesia untuk membangun negara.

Eniwei, pembahasan tentang demokrasi ini sesungguhnya cukup mengambil banyak tempat di kepala saya. Ide-ide bermunculan, tentunya beberapa memicu ide untuk bisa di-riset dan mungkin di uji coba di Labtek Indie. 

Minggu pertama Summer School-pun ditutup dengan site visit untuk pengambilan data lebih banyak. Berikut sedikit dari banyak gambar-gambar anak yang ada di galeri foto saya:

    

Beres mengambil data, kami keliling lagi berjalan ke arah halte bus untuk ke stasiun kereta. Kami memutuskan untuk pulang naik kereta supaya cepat sampai karena capek.


Chocolate cupcake delivery service.

Private boats 

Me, Nasha, Fernanda, Aaron.

Taken by Fernanda ♥️ 


Hari itu hari sabtu, sesampainya di Delft kami berdiskusi singkat, brainstorm tentang bagaimana kami ingin merancang presentasi kami nanti. Tepat pukul 21:00 saya pun pulang melajukan sepeda ke kosan, mumpung matahari masih ada sinarnya walau sudah meredup.

Besoknya adalah waktu bebas, saya menyempatkan diri untuk mampir ke Eindhoven, kota yang saya, Saska, dan Laut kunjungi di 2014. Saya bertemu Anti (Gwen, Garett, dan Giani, juga Mamad) dan sowan ke rumah Tante Nine. Kebetulan Natasjh, anak bungsu Tante Nine baru saja lulus kuliah, jadi ada acara surprise kecil dan makan-makan tentu saja :)

Plaza di centrum Eindhoven. Waas.
Primark, setelah 8 tahun.

Perbaikan Gizi.


Tante Nine dan keluarga dan teman-temannya :)

Hari senin, summer school dimulai dengan another field trip 🥾 dan diramalkan heatwave lebih panas dari minggu lalu 😅 mateng sih.

Kali ini kami mengunjungi Rotterdam, dan lagi-lagi kami keliling kota jalan kaki beberapa puluh kilo 😅 Kaki saya semakin mbelgedes. Di Rotterdam kami mengunjungi taman nasional kicir angin yang dilindungi Unesco dan bendungan yang di-engineer untuk melindungi kota-kota di Belanda dari kemungkinan banjir, yang sejak pembuatannya, belum pernah diuji/test dengan real-case event 😅 mudah-mudahan sih jangan sampe ya, serem. Tapi kalo pun kejadian mereka siap banget karena selalu di- maintain berkala. 

rumah, rumah apa yang ga basah?
 
Foto a la turis depan kicir, merem, check!
Ini diaaaaa, yang bikin Belanda dinamain negara kicir angin.

Ada salah satu kicir yang bisa kita masuki, dan di dalamnya ada museum barang-barang apa saja yang biasa orang gunakan dan simpan, dan bagaimana mereka jaman dulu hidup sekeluarga dalam kicir angin :) ini salah satu foto dokumentasi penghuni kicir dan pekerjaannya; memancing. Ikan tapi, bukan keributan.
  
Setelah itu kami mengunjungi Cubic House

Ini rumah beneran lhoh, orang-orang tinggal di dalamnya!

 

Foto grup, soalnya nanti mesti ada foto grup di presentasi kelompok.
Fernanda (Brazil), Aaron (Germany), Me, Nasha (Thailand).

Pulang pulang kaki saya makin belang 😅
 
Dan semakin sakit dipakai jalan dengan sepatu satu-satunya. Kalo ga pake sepatu ga sakit. Seharian sehari setelah field trip, hari selasa, saya nyeker di kelas. Wan, Nasha dan Fernanda menyarankan saya untuk “ganti sepatu”. Yhia kan bawa banget tuh ya sepatu. Tapi karena asli sakit banget kalo dipake jalan pake sepatu, akhirnya di suatu break di hari Selasa saya sepedaan dulu ke sebuah supermarket/mall kecil berharap ketemu sepatu nyaman yang affordable.

Maunya beli Allbirds, tapi dompetku almostdone, wkwk. Jadi yaudah beli yang paling nyaman, paling affordable dan YANG ADA AJA

Hari-hari terakhir summer school diisi dengan kegiatan-kegiatan workshop dan menuntaskan isi presentasi kelompok. 

Ini hasil gambar-gambar yang kami kumpulkan dan kami “simpulkan”

Detil gambar-gambar anak

Gajah mekanik.

Pekan berlalu cepat sekali rasanya, Jumat tiba, dan ini adalah hari dimana kami harus mempresentasikan hasil kerja kelompok, pembagian sertifikat, dan penutupan summer school.

Total ada 18 kelompok, kelompok kami adalah kelompok 13 🐈‍⬛ dan presentasi dimulai dari kelompok 18 menurun. Ini video presentasi kami, direkamin sama Wan (Thank you Wan! ♥️)


Dengan berakhirnya presentasi dan pembagian sertifikat, selesailah secara resmi Summer School. Pembagian dan penutupan summer school diakhiri dengan haru biru, huhu. Dan tentunya foto-foto 🥲♥️

Malaysia, Indonesia, Thailand, Cambodia, South Korea, Japan, dan sebagainya

Awalnya cuma mau foto southeast asia 😅

Malah tadinya mau foto Indonesia Malaysia aja..Tapi jadinya semuanya ikut 😅

 


🇮🇩 Fitri dan saya.

Fitri, Lidya (Malaysia), Me
Fitri, Lidya, Me, featuring Wan & Nasha behind us wkwk
 

 


Me, Lifam, Fitri





Sampai jumpa kelompok 13, seru sekali 2 minggu bersama 🥲
Sampai jumpa summer school, terima kasih untuk ilmu-ilmu dan pengalaman barunya. Semoga kita bisa bertemu lagi di lain kesempatan. Semoga ilmu yang kita dapatkan bisa kita terapkan. Semoga.

No comments:

Post a Comment

mati, hilang, dan kehilangan

Hari ini salah satu kawan saya berpulang, setelah sekian bulan, tidak hanya ia tapi juga istri dan anak satu-satunya berjuang melawan sakitn...