wisata kuliner strikes back! :D
kali ini Amanda Mita beraksi di Halaman Pura Pakualaman!
dengan menu:
RUJAK ES CREAM
dan
TOPRAK JAKARTA
Rujak, tapi pake Es Cream?
bayangkan, Jogja terik, Matahari bersinar ceria, menggigit kulit setiap remaja tua maupun muda yang bergumul dengan asap debu jalanan. ugh. belum lagi peluh yang tak kunjung kering akibat udara lembab dan angin yang juga terasa panas. jadi..bukan salah bunda mengandung jika tulisan "rujak es cream" secara instan menarik jiwa maupun raga. dan aku pun berlabuh.
waktu disajikan, tampilan rujak ini secara kasat mata adalah, es krim berwarna putih menutupi serutan campuran-campuran buah.
mari kita bedah!
es cream yang membuat saya penasaran, sempat saya duga merupakan es cream vanila, ternyata oh ternyata, es cream nya adalah es puter yang biasa disajikan emang-emang roti es cream gerobak dorong sodara-sodara.
mari kita tilik komposisi buah pada rujaknya:
timun, mangga, pepaya muda, nanas, kedondong, dan bengkuang (yak, absen selesai! maaf bebuahan, kalau ada yang kelewat sama indra perasa lidah saya)
dan mari kita rasakan..
hmm..cocok sungguh cocok dimakan panas-panas siang terik begini di Jogja sodara-sodara. se cocok alan budikusuma dan susi susanty yang mengawinkan thomas cup dan uber cup yang kemudian menikah sungguhan itu!
perpaduan antara es puter yang rasanya manis tapi rada asin itu, lalu dinginnya mengiringi sensai pedas dan asin dari rujak serut, belum lagi ditambah bebuahan yang masih muda kinyis-kinyis itu begitu "krius" dan "kruwes"
sluuurrrrpp!
memberikan sensasi cair dan lumer tersendiri di dalam mulut saya.
hmm.. *sambil senyum dan merem lalu terbang di angan-angan a la Yoichi si bocah Born to Cook!
oia, info harga! DUA RRRRRIBU rupiah saja sodara-sodara!
lalu karena sudah jam makan siang juga, sayang rasanya kalau tidak sekalian memberi makan si Alvi, piaraan saya dalam usus.
maka setelah browsing, surfing, dan aming..mata saya pun menghujam sebuah gerobak di pojok dengan titel,
"Toprak Jakarta"
kenapa saya memilih Toprak Jakarta padahal saya ada di Jogja?
nah JUSTRU karena saya ada di Jogja saya heran,
"Ngapain si toprak jakarta ikut mejeng di mari, di kota gudeg?"
maka rasa penasaran itu pun mendorong saya untuk berjalan memesan,
"toprak nya satu, bu!" sambil cengengesan.
cengengesan karena tidak sabar ingin membandingkan seperti apakah rasa Toprak Jakarta di kota Gudeg? apakah ia berhasil menjadi sidestream di tempat mainstream gudeg ini?
long story short, Toprak saya datang!
jeng jeng!
o w k e i, LET'S EAT :D
eh tunggu, sebelum saya mulai makan, saya mengingat-ingat rasa ketoprak yang sering saya makan dulu di depan SMA saya, SMA 6 jakarta.
kelebihan ketoprak atau toprak dari makanan sefamilinya seperti kupat tahu, gado-gado, lotek, dan pecel, adalah,
ketoprak memakai bihun.
dan rasa bawang putihnya terasa.
owkai, sekarang makan beneran! mari kita bedah komposisi sayurannya:
kol, toge, tahu, tupat, kacang panjang, bihun (yak, bihun, check!), bawang goreng, telur rebus, dan timun. tunggu tunggu, nah ini yang beda..disini ketoprak nya pake telur rebus dan timun. mungkin karena itu namanya dipotong jadi "Toprak" karena memang sedikit berbeda dari "Ketoprak" :P agak sedikit ke-gadogado-an rupanya. tapi tidak apa, yang beda itu memberi variasi :]
lalu tidak lupa juga bawang goreng (yumm), kerupuk dan bumbu kacang yang..juga maniss, khaha, teteup, maniss.
harga: Rp 6.000,00
selesai makan, saya pun pergi dalam rangka kembali melanjutkan tugas.
tugas hari itu adalah memotret panggung Taman Budaya dan ke tempat Sound System, BLASS.
dalam jalan pulang, saya melihat seorang simbok-simbok (ibu-ibu tua) yang sedang membakar sate.
saya jadi ingat ucapan teman saya, Datta,
"Dulu tuh di pakualaman sini ada simbok-simbok tuaa banget, yang jualan sate kere (miskin). dinamain kere soalnya sate nya tu harganya muraaah banget. dulu tuh harganya 2000 udah dapet banyak. itu lho, sate yang kalo dibakar tu baunya wangii banget tapi kalo dimakan lengket-lengket di gigi itu lho, soalnya banyak lemaknya.."
euh.
bisa ya jualan tetelan disini.
kalau saya yang jualan, pasti pulang-pulang saya kurus* :P
*maaf becanda lokal, mungkin hanya beberapa yang mengerti, khaha*
dan hari pun berlanjut.
dan seperti daerah lain nya pula, di Jogja, hujan masih merajuk ingin bercengkerama dengan sang tanah dan banyak pepohonan, selain tiang-tiang listrik dan manusia-manusia liliput di antaranya.
alhasil, hari itu saya ikut bercengkerama dengan hujan di bawah atap demi atap selama total kurang lebih 2 jam.
di peneduhan terakhir, karena hari sudah sore dan udara terasa agak dingin, saya pun tergoda dengan Bapak-bapak penjual Wedang Ronde :]
tidak ada yang spesial secara rasa dari Wedang Ronde ini, bahkan cenderung sederhana.
tidak semanis dan sekental Wedang Ronde di Jalan Alkateri di Bandung.
juga tidak se-ramai Wedang Ronde di Jalan Bengawan di Bandung.
dua tempat biasa saya mencari Wedang Ronde waktu di Bandung.
Wedang Ronde ini sederhana.
kuah jahe nya encer,
mochi nya pun berisi sedikit kacang.
tapi di tengah sore yang hujan itu,
melihat si Bapak senang karena mendapat pelanggan di tengah hujan,
si Alvi pun senang karena sedikit diberi kehangatan,
rasanya wedang ronde ini terasa pas.
cukup.
dan sebagai sambutan, saya hanya bisa melahapnya sambil tersenyum-senyum :]
senyum dikulum, my favorite.