Genap 4 hari saya di Bali, tapi belum juga saya menyentuh pantai. Terakhir kemari dan bermain cukup lama disini tahun 2005, tinggal di daerah kuta legian, dan hampir setiap hari saya menyentuh ombak, melihat pantai, atau setidaknya mencium aroma laut.
Tidak kali ini.
Saya berdiam di Denpasar, capital city Pulau Bali.
Lain dengan pengalaman saya waktu menginap di daerah kuta legian sekitar,
sehingga kalau ada yang menyebut Bali, secara otomatis memori saya akan memberikan semua perasaan saya yang disimpan disana dengan tag: Liburan, Turis Berlibur, Turis dimanamana, Pantai, Toko-Toko pinggiran yang murah, Belanja, Baju ethnic, Aksesoris ethnic, Belanja lagi, Pantai dan lebih banyak pantai, Bermain dengan Debur Ombak, Melihat dan Memotret Sunset, Tertawa, Santai, 311 (lho? Eh iya bener loh) dan masih banyak lagi tag lain yang mampu diberikan otak saya sehingga yang keluar dari mulut saya dengan segenap hati dan perasaan ingin adalah, ”waaaaaahhh..asik yaaaaaaa....” sambil setengah melongo dan muka pengen ga bisa di kontrol.
Ternyata,
Selama di Denpasar 4 hari ini, semua tag yang ada di otak saya itu satu-satu mulai berubah. Bali tidak cuma sekedar Turis berlibur, aroma pantai, sunset setiap hari, toko menggelar aksesori dan baju-baju ethnic dmanamana, circle K dmanamana, orang-orang mabok di malam hari, beach boy pamer perut enam pak dan kulit coklat sempurna bergelimpangan, ajakan “kepang, kepang? Tato, tato” sepanjang jalan, dan belanja minded.
Bali,
Tidak se-glamour itu, ternyata.
Bali, juga punya Denpasar yang seperti ibukota lainnya.
Sibuk dan hiruk pikuk,
orang-orang beraktifitas normal bukan berlibur,
panas,
Banyak pendatang dari kota lain untuk belajar di ISI (dan kebanyakan dari mereka malah blum pernah berjalan-jalan di kuta sekitar),
Ada warung-warung makan murah,
Tidak melulu pantai,
Bahkan sejauh saya berjalan-jalan, blum saya temui Circle K yang menjamur di Kuta.
Denpasar ternyata tidak jauh berbeda dengan ibukota normal lainnya, walau tetap ada yang berbeda disini. Ya, seperti kota-kota lain yang pasti memiliki cirikhas masing-masing. Seperti Bandung dengan FO nya dan angkot ngetem dmanamana nya,
Jakarta dengan Polusi dan metromini nya,
Yogya dengan kebudayaannya yang masih kental, Bali pun.
Adat istiadatnya masih kental.
Saya masih bisa menemukan perempuan-perempuan berkebaya bersanggul sederhana naik motor atau berjalan di trotoar membawa bokor tembikar, tua maupun muda. Pun laki-laki dengan bawahan kain dan penutup kepala kain.
(pengen rasanya juga di bandung kmanamana bisa pake kebaya)
Rumah-rumah modern yang bersinergi dengan model rumah adat pun ditemui hampir di setiap rumah. Dengan skala sederhana maupun mewah.
Oia, yang khas lagi di denpasar tapi tidak di kota lain yang pernah saya datangi, dalam pengamatan saya sejauh ini:
Anjing diiiimanamana,
Banyak sekali warung makan babi,
Jarang sekali saya lihat angkot, tapi masih lebih sering dijumpai beroperasi di Denpasar sini dibanding di daerah Bali selatan seperti Kuta Legian sekitar.
Belum kmanamana lagi selain Denpasar sini.
Insyaallah selasa akan ke Ubud, ke Peliatan untuk menonton teman saya Ade menari Baris, dan merekam tari Legong Keraton. Lalu hari minggu nanti diajak mengunjungi dan bermalam di salah satu Desa di Singaraja, tempat teman saya Rima pulang. Oia, Rima ini primadona tari di desa nya lho! :D mudah-mudahan jadi. Amin! :]
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
Totto-chan: Sebuah Ulasan
Segera setelah adegan terakhir Totto-chan membuka pintu kereta yang masih berjalan sambil menggendong adik perempuannya yang masih bayi, lal...
-
Cicing = anjing kasar (khahahahaha di bandung kan artinya diem, saya jadi kebayang, “Cicing siah!” berarti bisa berarti “Diem kamu!” atau “a...
-
too much to say leave a silence. what will tomorrow fells like without u, i wonder,, what will a small tiny caterpillar feels without it...
hati2 terhadap ibu2 dari jalan nangka selatan gang nuri no 6 denpasar,nama ibu agung ngaku keluarga pemecutan
ReplyDeletedia ini penipu kelas kakap beroprasi dari satu toko kain ke yg lain...pakai logika klo ketemu org ini,penipu kelas kakap