Alkisah di sebuah kerajaan tinggallah dua orang raja kecil.
Raja pertama,
Darah biru, sebutan rakyat yang tinggal nun jauh disana.
Tubuhnya tegap tinggi, gagah dibalut busana.
geligi nya berderet, rapih tertata.
Batang hidungnya tingi, dengan derajat kemiringan sempurna.
Sayu dan teduh ia punya mata.
Berombak melengkung bibirnya.
Dibingkai rahang persegi yang kokoh, rambut ikal, dan kulit yang cerah ditimpa cahaya.
Ningrat betul tindak-tanduknya mencerminkan ningrat darahnya.
Tutur katanya halus diplomatis, ramah tapi hati-hati waspada.
Akal budinya terpelajar serta luas wawasannya.
Muda usia, tetapi sudah banyak menetas karyanya.
Piawai menari dan tidak segan menurunkan kepiawaiannya kepada generasi yang lebih muda.
Ia tinggal di dalam kepungan tembok-tembok besar dan megah.
Selalu dikawal dua orang punggawa yang serba inggih.
Semua kegiatannya dipantau sungguh.
Kebutuhannya semua serba penuh.
Keinginannya adalah perintah.
Walau kadang, kehendaknya tidak selalu terwujud patuh.
Seringkali merasa risih tidak nyaman, ia mengeluh.
Tetapi seringnya secara tanpa sadar di singgasananya ia berlabuh.
Meninggikan dirinya diantara orang lain tanpa rikuh.
Raja kedua dekat ada disini,
Darah merah, ia menyebut dirinya sendiri.
Tubuhnya gagah walau tidak tinggi.
Coklat kulitnya bagai sawo matang di pohon, yang manis.
Matanya bulat besar dan hidup, seirama dengan kata-kata jahil yang selalu meluncur dari otaknya yang cerdas.
Menarik perhatian setiap mudi yang turut bermain serta dan mengerling manis.
Senyumnya seringkali berkembang jenaka,
Apalagi jika temannya susah akibat ulah nakalnya.
Luwes bergaul dan berkelakuan semaunya,
Bagai anoman, anila, dan kawanannya, Lincah gerak tubuhnya,
Bergerak sana sini tidak pernah mau diam raganya,
Apalagi belajar, main saja setiap hari ia punya kerja.
Berbicara pun tidak pernah pikir panjang ia berkelit,
Senang sekali membanggakan diri tanpa rasa sungkan walau sedikit,
Piawai menari dia, pun menabuh kendang tanpa sedikitpun rasa sulit.
Walau merah darahnya, bagi orangtuanya ia biru ningrat.
Ia tinggal di dalam rumah sederhana yang hangat.
Bapak ibunya selalu di rumah menunggu.
Senantiasa melayani ia seorang, anak laki-laki mereka satu.
Apa pasti dituruti,
Rengekan pasti dilayani,
Semua tidak pernah ia kerjakan sendiri,
Kecuali mandi.
Bukan ningrat darah pada diri.
Tapi bagi bapak ibunya, ia lah raja sejati.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
Totto-chan: Sebuah Ulasan
Segera setelah adegan terakhir Totto-chan membuka pintu kereta yang masih berjalan sambil menggendong adik perempuannya yang masih bayi, lal...
-
Cicing = anjing kasar (khahahahaha di bandung kan artinya diem, saya jadi kebayang, “Cicing siah!” berarti bisa berarti “Diem kamu!” atau “a...
-
jakarta is a melting pot. bapak saya kelahiran jakarta, saya pun kelahiran jakarta, tapi saya masih aja bingung kalo ditanya, apalagi kala...
bagus mit.. =)
ReplyDeletewah..cerita dari tari apa nih mit?
ReplyDeletehuhuhu, miss you my sizzzzz >:D
ahh senangnyaaaaaaa..
ReplyDeleteterimakasih darlings :D
amisyutuuuuuuu! :] *peluk peluk peluk*
ReplyDeleteini buakn tarian, khehe, ini cerita ttg dua orang raja yang aku kenal disini, khihihihihi
can't wait to talk to u :D
beuuhh... naksir orang lagi nih orang...
ReplyDeletehahahahahaha! lo emang teman yang sangat baik ya Ji!
Deletekhahahaha! paling bisssa emang lo nyebar gosip! welengsek
ReplyDelete