Di satu sore yang membuat lapar, saya berjalan ke warung makan rames di jalan Nusa Indah no.25.
Nama rumah makannya: Rumah Makan warung Handayani.
Tersenyum saya menyapa kakek berusia 65an yang berada di dalam rumah makan.
Si kakek balik menyapa lebih ramah lagi.
Sambil melihat saya beliau tersenyum dan saya dipanggil cu.
Khehe.
Sambil memilih lauk pauk kami berbincang.
Saya pilih lauk teri medan, tempe, dan sayur bayem yang banyak plus kuah sayur toge. Sluurrrrp!
Beliau asal Madiun.
Keluarganya masih banyak di Madiun.
Beberapa di Jakarta.
Di Bali sudah sekitar 40 tahun.
Tadinya beliau berprofesi jadi guru di Madiun.
Tapi gajinya sebulan 500 rupiah.
Jangan kaget dulu, taun 60an 500rupiah masih bisa buat bertahan hidup setengah bulan.
Tapi akhirnya merantau ke Bali untuk mendapat pekerjaan yang jauh lebih baik.
Alhamdulilah dapat.
Saya memperkenalkan diri, beliau pun.
Pak Muhartoyo namanya.
Dari awal sudah menebak saya dari Jawa.
“Cucu saya ada yang seumuran kamu.”
“mita? Cucu saya juga ada yang namanya mita.”
“cucu saya sudah ada empat orang..”
Dan beliau senang menyimak cerita saya.
Sambil saya makan beliau mewejang.
Sebelumnya dia minta maaf karena tau-tau mewejang, tapi saya tertawa dan bilang kalau saya senang mendengarkan.
Saya senang mendengarkan wejangan orang tua.
Pak muhartoyo bercerita banyak tentang menjadi ikhlas dan melepaskan rasa iri, dengki, dan marah. Legowo bahasa jawa nya.
Lalu beliau berbicara tentang jodoh dan takdir.
Tentang kebetulan yang tidak ada.
Adanya jalan dari Tuhan.
Karena semuanya pasti ada maksudnya, ada hikmahnya.
“kamu islam?” beliau bertanya.
“jangan lupa solat” warning yang sama yang dibekalkan ibu saya terakhir di bandara.
“berdoa minta dilancarkan semua urusannya sama Allah. Betul itu, pasti dikabulkan kok. Sama yang tidak kalah penting, minta doa orangtua. Doa ibu. Betul-betul itu, penting sekali.”
“kita berusaha tapi kita harus minta ke ridhoan-Nya”
“kamu sendiri? Di bali sini?”
“wah! saya doakan urusan kamu lancar ya, sukses, bertemu orang-orang yang baik”
“ya, ya, saya doakan bisa bermanfaat”
“kalo kamu butuh bantuan apa-apa, kamu bisa datang kemari atau telfon kemari ya, karena kamu jauh dari orangtuamu.”
Lalu beliau memberikan nomer telfon rumahnya.
Senang sekali bisa bertemu dan mengobrol dengan Pak Muhartoyo.
Oia, beliau juga bercerita tentang tempat makan yang terkenal enak di Madiun.
Namanya Warung Pojok Mbak Endang.
Di jalan cokrohaminoto, sebelah Santa Maria.
Tanya saja, pasti orang sekitar tau karena memang terkenal sekali.
Kalau suatu hari nanti saya mampir di kota Madiun, insyaallah saya datang pak! :D
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
Totto-chan: Sebuah Ulasan
Segera setelah adegan terakhir Totto-chan membuka pintu kereta yang masih berjalan sambil menggendong adik perempuannya yang masih bayi, lal...
-
Cicing = anjing kasar (khahahahaha di bandung kan artinya diem, saya jadi kebayang, “Cicing siah!” berarti bisa berarti “Diem kamu!” atau “a...
-
jakarta is a melting pot. bapak saya kelahiran jakarta, saya pun kelahiran jakarta, tapi saya masih aja bingung kalo ditanya, apalagi kala...
Wah kamu ke Handayani! hahaha jadi rindu bali.. :)
ReplyDeletengomong-ngomong Warung Pojok Mbak Endang emang murah dan uenakkk.. ah jadi rindu madiun juga hahha
mitch, gw suka wejangannya yang 'ga ada kebetulan' semua emang uda diatur sama Tuhan..
ReplyDeletengomong" backgroundnya boleh ganti ga mit, pusing lama" bacanya kalo backgroundnya item mitch.. hehe..