Hari ke lima saya menonton lomba tari usia SD di Shanti Graha, Jalan Sudirman, sebelah SMA 2.
It’s not really a DANCE competition though, it’s more like a dance, singing, and playing the trditional games in one package composition.
Menarik :D
Ada 8 kelompok peserta, termasuk di dalamnya kelompok dari TK tempat cucu Ibu Arini, narasumber saya, turut ikut lomba. Namanya Ary.
Temanya ingin melestarikan nanyian-nyanyian daerah Bali, melestarikan Bahasa Bali yang halus, permainan tradisional, dan kegemaran bermain musik tradisional sederhana.
Saya tidak begitu ingat atraksi tiap kelompok, tapi kira-kira pola komposisinya seperti ini:
Ada kurang lebih 15 anak dalam satu kelompok.
Mereka masuk arena panggung sambil menari dan bernyanyi (gerak nya tingkah lakunya lucu sekali).
Mereka membawa alat-alat musik tradisional sederhana juga.
Setelah masuk panggung, berbaris ke samping dan duduk.
Lalu ada skenario disana, semacam bermain tebak-tebakan.
Ada satu anak yang di set secara sengaja maju ke depan, menghadap samping, mengajukan tabk-tebakan.
Ada salah satu adegan tebak-tebakan yang sukses bikin saya ngakak, kira-kira begini (suaranya agak kurang jelas karena tidak disediakan mic, dan tata panggung nya memang bukan tata panggung teater, udah gitu yang nonton buannyak sekali desek-desekan, panas dan pengap karena indoor),
“apa hayoo, beda supermen dengan suparman?”
Lalu anak-anak lain sisanya acting berpikir dengan menyentuhkan jari telunjuk mereka di pelipis, seraya bergumam,
“apa yaa..apa yaaaaa..”
Lalu si anak berkata lagi,
“tidak ada yang tau? Kalau supermen celana dalamnya di warna merah, kalau suparman celana dalamnya warna putih!” (siapa ini guru yang bikin garingan ini? Harus ketemu Agni dia kayanya)
Lalu anak-anak kecil yang lain berakting,
Begini ni aktingnya,
Muka masih datar, beberapa mulai bengong kehilangan fokus, tapi masih hafal urutan dialog, beberapa melihat ke arah penonton, lalu bersama-sama berseru (muka masih datar),
“ha ha ha ha ha ha”
Hmm. Itu lucu sekali. Sampai sakit perut saya tertawa melihat watak-watak polos itu berlakon.
Komposisi masih panjang, setelah beberapa tebak-tebakan, masih ada menari, bermain musik, dan mereka bermain permainan tradisional.
Nah, ada 1 kelompok yang sangat berkesan buat saya, kebetulan kelompok nya Ary.
Di kelompok ini mereka punya icon, semacam pemimpin grup nya gitu lah, seorang anak laki-laki, gwendut, ipel-ipel kalo bahasa jawanya, botak, dan jalannya sengaja meliuk-liuk, LUCU banget. Kalo dia jalan, atau keluar, atau joged, satu gedung pasti ketawa dan tepuk tangan. Benar-benar iconic. Secara keseluruhan komposisinya sama saja kok, tapi si satu tokoh ini membantu sangat! Liat aja rasanya pengen nyubit, atau bawa pulang, blum lagi tingkah dan aktingnya yang agak konyol, jadi tengil kesannya. Menarik sekali.
Dan mereka dapat juara satu.
Hoho, saya sudah duga.
Saya jadi mikir,
Nanti-nanti kalau pulang ke bandung dan ada kegiatan yang melibatkan lomba untuk anak-anak dan saya yang jadi kakak pembimbingnya, saya akan buat satu play, atau satu kelompok yang punya KARAKTER, dan jadi ICONIC, harus punya icon. Karena ternyata untuk bisa “stand out among the crowd” bukan cuma butuh jadi beda (be different kalo kata majalah-majalah cewe masa kini), menjadi beda tapi kalo ga ada jiwanya percuma. Selain menjadi beda, ternyata penting untuk bisa memperlihatkan karakter.
Dan selama belajar menari pun.
Menari dan menghafal masih bisa diakalin.
Yang susah adalah mengeluarkan karakter si tokoh yang ditarikan.
No comments:
Post a Comment